Oleh: Savitry âIchaâKhairunnisa, Muslimah tinggal di Norwegia
SUATU hari di salah satu supermarket besar di kota saya, ibu kasir setengah baya tampak agak bingung menimbang salah satu barang belanjaan saya. Dicarinya gambar dan kode barang di buku primbon supermarket, tak ada pencerahan juga. Akhirnya dia tanya ke saya:
K: Ini markisa, ya?
S: Bukan. Ini kentang biru Kongo.
K: O ya? Saya baru tau.
S: Saya juga.
Cari punya cari, akhirnya ketemu juga. Blå poteter Kongo, alias kentang biru dari Kongo (meski warna aslinya adalah ungu tua).
***
Di hari yang sama, di toko halal langganan milik orang Irak. Istri pemilik toko yang cantik beranak lima bertanya pada saya.
I: Tofu yang kamu beli itu sebetulnya apa, sih?
S: Oh, tofu itu makanan terbuat dari kedelai yang diproses sedemikian rupa sampai halus, lalu dicetak. Orang Cina yang pertama membuatnya. Orang Indonesia suka sekali.
I: Tapi koq ada rasanya sama sekali? Saya sudah coba di rumah. Hambar.
S: Memang tofu [tahu] gak ada rasanya. Campur aja dengan garam dan kunyit. Direndam sebentar dalam air, lalu digoreng, deh. Atau bisa juga dibuat sup.
I: Hm⦠gitu, ya? Akan saya coba lagi. Syukran .
***
Haugesund boleh saja merupakan kota kecil berpenduduk 30.000-an jiwa. Tapi makin hari pendatang dari berbagai negara makin banyak dan beragam. Jenis makanan yang tersedia pun semakin beragam.
Di supermarket langganan Indomie sudah jadi barang dagangan populer, bukan saja untuk orang Indonesia.
Buah-buah eksotis seperti markisa, rambutan, nangka, pepaya, persimmon, physalis, leci, sampai singkong dan ketela sudah tak asing lagi. Tinggal mau beli atau tidak, karena harganya bisa bikin kita tersedak.
Di berbagai toko Asia milik orang Vietnam, Thailand, Filipina, Arab atau Irak, gampang sekali ditemukan bahan-bahan makanan dari negeri mereka, dari Polandia, Turki, India, Arab dan lain-lain.
Mulai kangkung, petai, jengkol, tahu, berbagai jenis beras, pasta, produk daging, kacang, keju sampai permen beraneka rupa begitu menggoda isi dompet untuk berpindah tangan.
***
Kembali ke dua dialog di atas. Sebagai pembeli dan sebagai pendatang di negeri ini, saya merasa ada secuil perasaan gembira bisa berbagi informasi dan memberi pencerahan kepada penjual yang memang tak harus tahu tentang begitu banyak barang yang mereka jual. Terlebih bila barang-barang itu merupakan barang baru bagi mereka.
Bisa sedikit lebih tahu daripada pembeli, itu sesuatu buat saya. Penjual merasa senang bisa menyediakan barang yang disukai dan dibutuhkan pelanggannya, seberapapun anehnya barang itu bagi mereka.
Pembeli tentu saja merasa berterima kasih karena barang-barang âanehâ itu bisa sedikit mengobati kekangenan mereka pada tanah air.
***
Untuk informasi kalian, tahu di foto ini diimpor dari Belanda.
Sedangkan kentang biru (ungu) ini memang asalnya dari Kongo.
Fatih sempat agak parno waktu saya bilang bahwa kentang ini didatangkan dari Kongo.
F: Hah? Kongo, âkan di Afrika? Aku gak mau kentang itu, Bunda. Kalau ada virus Ebola gimana?
I: Kongo sudah aman dari Ebola, Nak. Dan Ebola cuma bisa menular lewat manusia, bukan kentang. []
Redaktur: Saad SaefullahSumber: http://www.islampos.com/apa-ini-apa-itu-150721/