Oleh: Ayub
Anggota Manajemen Penulis Indonesia
Peserta Program Kaderisasi Ulama VIII
UMAT Islam seharusnya mengenal sejarahnya, bila tidak maka sejarah itu akan kembali dan menampar mereka dengan keras. Contoh amnesia sejarah umat Islam adalah maraknya perayaan di bulan Februari ini sebagai bula kasih sayang. Padahal, bulan Februari adalah bulan duka yang darinya kita harus menarik banyak pelajaran.
Pada bulan inilah tahun 1258 M, Baghdad jatuh ke tangan Mongol. Ibnu Katsir menggambarkan bagaimana pasukan Hulaghu Khan itu memporak-porandakan ibu kota Khilafah. Lebih dari sejuta jiwa dibantai. Diantara yang paling pahit adalah dijarahnya Bait al-Hikmah, perpustakaan agung simbol kecemerlangan peradaban Islam
Umat Islam sungguh perlu menyapa lagi sejarahnya, agar mereka tahu siapa âSangkuniâ di balik kejatuhan Baghdad yang mengerikan itu. Di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir menyebut seorang tokoh yang nama dan ideologinya harus selalu terpatri di hati umat, menjadi peringatan sepanjang masa.
Tokoh tersebut adalah wazir Khalifah al-Mustaâshim Billah bernama Ibnu al-Alqami. Oleh Ibnu Katsir kita diingatkan bahwa dia seorang Rafidi, pengikut Syiah Itsna Asyariyah. Tokoh Syiah ini menjebak Khalifah jatuh ke tangan Hulaku Khan. Ibnu al-Alqami bahkan menulis surat kepada pasukan Mongol berisi ajakan untuk memasuki Baghdad dan menaklukannya
Umat Islam semestinya mengambil pelajaran dari kisah pahit sejarahnya. Februari ini kita di Indonesia dikagetkan oleh penyerangan yang lain. Meski skalanya jauh lebih kecil tapi ia seharusnya membangkitkan memori Baghdad dan membuat kita mengambil ibrah penting. Rabu 11 Februari, kompleks majlis az-Zikra ustadz Arifin Ilham di Bogor diserang oleh sekelompok preman.
Dari hasil investigasi diketahui, bahwa ada motif Syiah di balik penyerangan ini. Majelis pimpinan Ustadz Arifin Ilham diserbu sebab mereka dengan tegas menolak aliran Syiah yang oleh para ulama telah dinyatakan sesat menyesatkan. Ustadz Arifin Ilham hanya mempertegas sikapnya dan itu menjadikannya sasaran penyerangan.
Umat Islam sungguh perlu tahu tentang semua ini, tentang permusuhan terpendam kalangan Rafidi terhadap umat Ahlusunnah. Mereka menuduh Ahlusunnah sebagai nawasib yang lebih kufur dari Yahudi dan Nasrani hanya karena Ahlusunnah mencintai para sahabat yang dicintai Rasulullah. Sudah jamak di dalam literatur Syiah cap seperti ini.
Bahkan konsekuensi cap nasibi ini sungguh mengerikan. Harta dan darah Ahlussunnah mereka anggap halal. Pernyataan ini dikeluarkan oleh tokoh seperti al-Hurr al-Amili, al-Majlisi, Nikmatullah al-Jazairi serta dibuktikan oleh sejarah. Padahal Ahlussunnah sama sekali tidak membenci kelaurga Ali, bahkan mereka mencintainya dengan takzim, bukan sikap ekstrim.
Umat Islam, khususnya pemangku kebijakan di negri ini sudah saatnya sadar akan potensi konflik ini. Pengkultusan atas keluarga Ali oleh Rafidi melahirkan kebencian atas siapa saja yang dicap anti-Ali.
Sikap ini lalu melahirkan benci bagai bara dalam sekam. Bara yang siap membakar Ahlusunnah bila diberikan kesempatan. Sebagaimana Baghdad dan Majelis az-Zikra ustadz Arifin Ilham. Demi menjaga ketertiban umum, penyebaran ideologi ini harus diakhiri. Tokoh-tokoh Syiah harus menghormati pilihan umat Islam Indonesia untuk menetapi jalan benar Ahlusunnah.
islampos mobile :