Oleh: Ammylia Rostikasari, Penulis Buku âMengapa Surga ada Di Telapak Kaki Ibu?â
MANUSIA dapat meluapkan kreativitas dan imajinasinya dalam aktivitas membuat karya. Entah dalam bentuk lisan, maupun dalam bentuk tulisan. Karya tulis dalam bentuk buku pun menjadi satu di antara sarana untuk menyampaikan pesan manusia. Bahkan buku dapat dikatakan sebagai hasil dari pemikiran manusia, sedangkan pemikiran manusia sangat ditentukan oleh keimanan dan pandangan hidup yang diambilnya.
Katakanlah seseorang yang berakidah dan berideologi sekuler, maka ia akan mencurahkan nilai-nilai tersebut di dalam karyanya. Sebaliknya, seseorang yang berakidah dan berideologi Islam, maka ia akan berkarya sesuai dengan nilai-nilai dakwah di dalamnnya.
Indonesia merupakan negeri yang memberikan peluang cukup banyak kepada penerbit untuk meluncurkan karya-karya dari penulisnya. Namun, sayang tidak semua karya yang diterbitkan dapat memberikan nilai-nilai yang baik kepada masyarakat. Seperti buku karya, Toge Apriliyanto, yang konon mengaku sebagai psikolog, tapi menyampaikan provokasi kepada pembaca untuk melakukan perzinahan. Hal tersebut memang sebuah hal yang mengkhawatirkan. Namun, masyarakat seolah merasa kesulitan untuk menangkalnya.
Hal demikian karena orientasi penerbitan buku di negeri ini cenderung dilandasi karena profit oriented, tanpa memilah baik dan buruknya. Mungkin hanya beberapa saja yang menimang kesahihan dalam konten bukunya.
Penerbitan Buku di Era Khilafah Islam
Pada dasarnya setiap warga negara, memiliki hak untuk menerbitkan karya sebagai media. Namun, isi dari karya tulis tersebut haruslah dilandasi atas akidah dan pandangan hidup yang sahih. Jika hal ini dilanggar, maka akan dikenai sanksi. Apalagi sampai menerbitkan karya yang menyeru untuk berzina, seperti buku Saatnya Aku Belajar Pacaran karya Toge Apriliyanto.
Buku dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan pesan. Buku pun statusnya mubah atau boleh. Dalam proses penerbitan atau mengedarkannya tidaklah dibutuhkan izin dari negara. Hanya saja, negara diberi hak untuk mengatur penerbitan atau peredaran sesuatu yang mubah sesuai dengan cara-cara tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh kepala negara (khalifah). Ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengurusannya, bukan justru menghalangi perkara yang dibolehkan.