Perpanjang MoU Freeport, Perpanjang Derita Rakyat Indonesia

Perpanjang MoU Freeport, Perpanjang Derita Rakyat Indonesia

tambang-emas-martabe_full
Oleh : Mita Widyawati

PERUSAHAAN tambang berbasis Amerika Serikat PT Freeport Indonesia (PTFI) memutuskan untuk membangun fasilitas pemurnian bijih mineral (smelter) di lahan milik PT Petrokimia Gresik, Jawa Timur. Presiden direktur Freeport Maroef Sjamsudin menjelaskan, lahan yang akan digunakan untuk membangun smelter seluas 60 hektar.

Namun Maroef belum menjelaskan apakah lahan petrokimia Gresik tersebut akan diakuisisi atau dengan sistem sewa (leasing). Smelter ditargetkan sudah bisa beroperasi sesuai ketentuan pemerintah yakni pada 2017 mendatang. Adapun investasi yang diluncurkan untuk smelter tersebut lebih 2 milyar dolar AS.

Proyeksi kapasitas produksi smelter yang baru kurang lebih 2 juta ton konsentrat pertahun, jika digabung dengan yang lama mencapai 3 juta ton konsentrat. (Kamis 22 januari 2015, Kompas.com). Dalam waktu dekat, Freeport akan menyetor biaya awal sebagai komitmen pengadaan tanah sebesar 1,56 milyar melalui tiga Bank BUMN yaitu Mandiri, BNI dan BRI.

Maroef menyadari, perkembangan smelter adalah salah satu prasyarat agar Freeport bisa tetap beroperasi di Indonesia. Bahkan dalam Memorandum of Understanding yang diteken bersama pemerintah, izin ekspor Freeport terancam dicabut pada 24 Januari 2015 jika Freeport tak kunjung menunjukkan perkembangan. Atas dasar ini Freeport meneken kerjasama pengunaan lahan petrokimia Gresik, namun sasaran prioritas Freeport tetap untuk mengembangkan industri hilir di Papua.

Wakil presiden JK menegaskan bahwa pembangunan smelter di Papua sebagai harga mati. Masalahnya yang membangun itu bukan pemerintah namun Freeport, sehingga beliau memaksa PTFI untuk membangun smelter di Papua bukan di Gresik seperti yang direncanakan sebelumnya. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), R.Sukhyar, nota kesepahaman yang ditandatangani antara pihak Freeport dengan PT Petrokimia Gresik, kamis siang tidak menunjukkan komitmen Freeport. “MoU itu tidak binding(mengikat) diantara kedua pihak tadi” kata Sukhyar kepada wartawan, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (22/1/2015)

Sebelumnya seperti dikutip Harian Kompas, Sukhyar menyatakan pemerintah meminta 4 poin tambahan diluar enam poin renegosiasi. Pertama pemerintah meminta ada perwakilan baik di kursi komisaris maupun jajaran direksi Freeport. Kedua Freeport diminta terus meningkatkan pemakaian barang dan jasa dari dalam negeri. Ketiga, Freeport diminta bersinergi dengan Pemda Papua untuk membangun melalui dana CSR.

Terakhir pemerintah meminta Freeport meningkatkan manajemen keselamatan kerja. Renegosisi kontrak mencakup 6 hal yaitu pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan(IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi serta penggunaan barang dan jasa pertambanagan dalam negeri (Suara.com)

Pemandangan di pertambangan emas-Tembaga PT Freeport Indonesia yang merupakan investasi AS, Indonesia hanya menerima 1% dari bagi hasil pertambangan di lokasi yang menghasilkan sekurangnya 300 kg emas/hari. Pada 25 tahun pertama beroperasi, Indonesia malah tidak menerima sepeserpun bagi hasil dari Freeport. Hal ini menunjukkan jasa Freeport selama ini untuk Indonesia dipertanyakan. Perpanjangan kontrak PTFI hanya akan merugikan masyarakat, bangsa dan negara, dan hal ini cukup menunjukkan kepada kita bahwa pemerintah tidak memiliki kepedulian pada masyarakat Indonesia.

Pemerintah lebih loyal dan memilih menyenangkan hati tuannya (baca:asing). Keberadaan operasional Freeport sejak dulu hingga kini tak ubahnya seperti mesin pencetak uang bagi perusahaan induknya yakni Freeport McMorant di AS. Rakyat menjadi makin sengsara di negerinya yang kaya raya.

Ini bentuk penjajahan yang “ketok melok-melok”(nyata gamblang) di hadapan kita. Pemerintah lembek tak berdaya jika di hadapan Freeport. Bukankah waktu yang diberikan kepada Freeport untuk membangun smelter sudah lebih dari cukup? Bahkan ada jeda beberapa tahun setelah UU Minerba disahkan, kemudian tenggang 6 bulan, setelah melebihi batas waktu yang ditentukan mereka juga tak kunjung segera membangun smelter, malah diizinkan langsung ekspor.

Pemberian izin ini merupakan kesalahan besar. Seharusnya pemerintah tak memberikan kesempatan untuk memperpanjang kontrak tersebut, Pemerintah sudah seharusnya mengambil sikap tegas dengan menarik pengelolaan sumberdaya alam dari asing/swasta kepada negara. Karena dengan begitu kekayaan SDA kita akan benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebagaimana yang diajarkan islam bahwa SDA merupakan milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta maupun asing.

SDA harus dikelola secara penuh oleh negara untuk kesejahteraan rakyatnya. Namun sayang aturan islam yang mulia ini tidak diterapkan oleh pemerintah kita saat ini, sehingga wajar jika buah dari penerapan sistem kapitalisme demokrasi lebih mementingkan kepentingan pihak asing daripada kepentingan rakyatnya sendiri.

Maka sudah saatnyalah kita mengembalikan kemuliaan islam ini dengan menjadikan hukum Allah sebagai aturan dalam kehidupan. Tentunya semua itu hanya akan terealisasi jika pemerintah kita menerapkan syariat islam secara sempurna dalam naungan negara adidaya khilafah ala minhajin nubuwwah. Wallohu a’lam bis showab

islampos mobile :

Redaktur: Fatmah Hasan