Oleh: Achmad Firdaus, Pengurus International Student Society National University of Singapore
âSaya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Menurut saya ini adalah satu-satunya agama yang memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Dan Muhammad adalah sesosok pribadi yang agung, jauh dari kesan seorang anti-kristus, sehingga dia harus disebut sang penyelamat kemanusiaan.â (Sir George Bernard Shaw)
PERNYATAAN George Bernard tersebut mempertegas bahwa Nabi Muhammad Shallallahu âalaihi wasallam adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Beliau membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya. Ia juga telah merevolusi pikiran dan perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang.
Ajaran Islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah sekitar 14 abad silam tersebut telah mengalami perkembangan dan penganutnya pun terus bertambah dari masa ke masa. Namun dalam perkembangannya sedikit banyak telah dipengaruhi oleh tradisi masyarakat di berbagai belahan bumi.
Misalnya ajaran Islam yang berkembang pesat di Indonesia mempunyai tipikal yang spesifik bila dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara Muslim lainnya. Menurut banyak studi, Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodatif dan cenderung elastis dalam berkompromi dengan situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat.
Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang khas, terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah terjadi dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia atau orang menyebutnya âIslam Nusantaraâ, yakni Islam bernalar nusantara yang menghargai keberagaman dan ramah akan kebudayaan lokal atau sejenisnya.
Tentunya Islam Nusantara bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur Tengah, bukan plagiasi Islam Barat dan bukan pula duplikasi Islam Eropa. Namun demikian, Muslim Indonesia masih menjadikan Al Quâan dan Sunnah sebagai acuan terpenting dalam beragama, kecuali bagi sebagian kelompok penganut ajaran sesat yang ingin âmencederaiâ kemurnian ajaran Islam yang sesungguhnya.
Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simpel, walaupun sumber utamanya tetap pada Al Qurâan dan Sunnah. Islam Indonesia kadang bergelut dengan problematika bangsa dan negara, modernitas, globalisasi, kebudayaan lokal dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman di negeri ini.
Tak terkecuali dengan perayaan hari-hari besar Islam yang terkadang begitu âribetâ dan sangat kental dengan warna budaya lokal Indonesia, padahal jika mencoba menilik prinsip dasar Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, sebenarnya ajaran Islam itu mudah, tapi bukan untuk dimudah-mudahkan.
Salah satu yang menjadi pemandangan âunikâ di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad. Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan ritual-ritual khusus seperti pembacaan Shalawat Nabi, pembacaan syair Barzanji dan sebagainya.
Bahkan dalam budaya Jawa bulan Rabiul Awal yang biasa disebut bulan Mulud itu, dirayakan dengan nuansa tradisi Jawa dan permainan Gamelan Sekaten. Mungkin tidak salah jika dikatakan bahwa perayaan maulid ala âIslam Nusantaraâ itu sangat minim dengan pengamalan sunnah Nabi. BERSAMBUNG []
islampos mobile :
Sumber: https://www.islampos.com/menelisik-perayaan-maulid-dalam-tradisi-nusantara-1-156747/