Islam dan Nasionalisme (2-Habis)

Islam dan Nasionalisme (2-Habis)

bendera merah putih

3. Nasionalisme Kemasyarakatan

JIKA nasionalisme yang dimaksud adalah untuk memperkuat ikatan antara anggota masyarakat di satu wilayah dan membimbing mereka menemukan cara pemanfaatan kokohnya ikatan untuk kepentingan bersama, maka Islam juga mengajarkannya. Islam menganggap itu sebagai kewajiban yang tidak dapat ditawar. “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu …” (Al Imran ayat 119).

4. Nasionalisme Pembebasan

Jika nasionalisme yang dimaksud adalah pembebasan negara-negara dan kepemimpinan dunia, maka Islam telah mewajibkan hal tersebut dan mengarahkan para pembebas pada pemakmuran yang paling afdhal serta pembebasan yang paling berkah. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan sehingga agama itu hanya untuk Allah belaka…” (Al Baqarah ayat 193).

5. Nasionalisme Kelompok

Namun jika nasionalisme yang dimaksudkan adalah nasionalisme kelompok, di mana bisa memecah belah umat dan menyebakan permusuhan, ini merupakan kekeliruan dalam memahami nasionalisme. Ini adalah kesalahan dari paham nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme seperti itu adalah nasionalisme palsu yang tidak membawa kebaikan, baik bagi peyerunya maupun bagi masyarakat luas.

Sekarang bisa kita lihat, bahwa nilai-nilai nasionalisme juga ada di dalam Islam. Para aktivis dakwah juga mendukung beberapa nilai-nilai nasionalisme. Kita juga bisa melihat bahwa ternyata seruan nasionalisme yang membahana itu hanya sebagaian kecil dari ajaran Islam.

Batas Nasionalisme

Perbedaan pemahaman nasionalisme aktivis muslim/ dakwah dengan para penggiat nasionlisme adalah terletak pada akidah. Sementara penggiat nasionalisme menganggap batasnya adalah territorial negara dan batas-batas geografis.

Bagi Islam, setiap jengkal tanah yang dihuni muslim yang mengucap ‘La Ilaaha Illallah’, adalah tanah air Islam yang berhak mendapatkan penghormatan, penghargaan, kecintaan, dan ketulusan, serta jihad demi kebaikannya. Semua muslim di semua wilayah geografis ini adalah keluarga dan saudara. Sementara para penyeru nasionalisme murni tidak seperti itu, mereka memandangnya secara sempit. Perhatian mereka hanya memandang paham nasionalisme pada urusan wilayah terbatas dan sempit di bumi ini. Secara aplikatif perbedaan akan tampak jelas, ketika sebuah bangsa hendak memperkuat dirinya dengan cara merugikan bangsa lain.

Perhatian para penggiat nasionalisme murni hanya memandang nasionalisme tertuju pada kemerdekaan negaranya saja. Apabila berhasil memperkokoh negaranya, fokus mereka hanya memperhatikan aspek-aspek fisik semata, sebagaimana yang dilakukan Amerika dan Barat. Sebaliknya, kita sebagai muslim sejati harus memandang bahwa di leher setiap muslim tergantung amanah, di mana ia wajib mengorbankan jiwa, darah, dan hartanya untuk menunaikannya.

Amanah tersebut adalah membimbing manusia dengan cahaya Islam, dan mengibarkan bendera Islam di seluruh penjuru bumi. Semuanya dilakukan bukan untuk mencari harta atau menjajah, tetapi untuk mencari ridha Allah semata, membahagiakan alam dengan agamaNya, dan meninggikan kalimatNya. Inilah yang mendorong kaum Salaf Salih untuk melakukan pembebasan-pembebasan suci yang telah mencengangkan dunia dan mengungguli berbagai pembebasan yang pernah dikenal sejarah. []

Redaktur: Rika Rahmawati

Sumber: https://www.islampos.com/islam-dan-nasionalisme-2-habis-155614/