Beramal dengan Menulis (1)

Beramal dengan Menulis (1)

menulis-sastra


Oleh: Lasmi Sopiasari, Mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung

MANUSIA dalam kehidupannya di dunia tidak lepas dari aktivitas. Aktivitas akan melahirkan perbuatan atau amalan. Perkara tersebut akan menentukan kehidupan kita di dunia maupun di akhirat, dengan kata lain beramal dalam kehidupan sangatlah penting. Terdapat banyak ragam dalam beramal, ini mengingatkan pada sebuah hadis Rasul. Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,

سُئِلَ النَÙ'بِىُÙ' â€" صلى الله عليه وسلم â€" أَىُÙ' الأَعÙ'مَالِ أَفÙ'ضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَÙ'هِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَÙ' مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَÙ'هِ » . قِيلَ ثُمَÙ' مَاذَا قَالَ « حَجٌÙ' مَبÙ'رُورٌ» »

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdal?” Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu alaihi wa sallam.”[i]

Allah berfirman Nun, demi kalam dan apa yang mereka tuliskan[ii]. Jika kita cermati ayat tersebut, Allah menegaskan menulis dengan kata ‘demi’, hal ini merupakan sumpah Allah pada setiap tulisan. Ayat Al-qur’an ini pernah diangkat menjadi judul buku yang dikarang oleh Muchtar A. F. Demi Pena dan Apa yang Mereka Tuliskan. Tulisan akan menjadi penyelamat bagi manusia jika tulisan itu berdasarkan pemahaman suatu ilmu, khususnya pemahaman Islam. Akan tetapi, menulis juga akan menjadi bumerang jika tulisan itu menyimpang dari norma sosial, apalagi dari syariat Islam.

Pada zaman yang terus berkembang, generasi muda sudah malas untuk membaca buku-buku nonfiksi. Hal ini, menjadikan generasi sekarang tidak melek pengetahuan. Mereka lebih memilih buku-buku fiksi, atau karya sastra lainnya. Kelayakan suatu bahan bacaan bukan dilihat dari fiksi atau nonfiksinya, tetapi dari amanat yang terkandung dalam karya tersebut. Misalnya, karya sastra tahun 1945 mengajarkan semangat juang untuk pembacanya, karya sastra tahun 1966 mengajarkan kita melek politik. Kenyataan berbicara bahwa tulisan sastra sekarang tidak mengajarkan generasi muda dalam memahami suatu bidang.

Fakta-fakta tersebut sudah banyak kita buktikan dalam internet maupun media lainnya. Permasalahan yang muncul seharusnya menjadi pemikiran masyarakat karena ini akan berpengaruh pada moral seseorang setelah membaca karya sastra tersebut. Hal ini menjadi cambukan keras bagi penulis agar menyisipkan unsur keilmuan dalam karyanya,  khususnya menekankan pada unsur bidang keagamaan.

Menulis bisa dijadikan alat untuk perjuangan[iii]. Berdasarkan hadis Rasulullah yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa amalan yang afdal salah satunya adalah jihad. Istilah jihad berasal dari bahasa Arab yang artinya berjuang. Berjihad di jalan Allah salah satunya dengan berdakwah, yang sudah menjadi amalan wajib bagi setiap muslim. Maka dari itu, sudah sepantasnya bagi seorang yang mengakui dirinya muslim untuk menyegerakan berdakwah.

Berdakwah merupakan amalan yang dapat disampaikan melalui banyak cara, salah satunya dengan menulis sastra. Para pejuang Allah dapat menyampaikan gagasan Islam melalui sebuah karya sastra, seperti dalam puisi ataupun prosa. Metode dakwah seperti ini disebut dengan dakwah bil Qashash atau dakwah bil Hikayah, artinya berdakwah dengan cara bercerita. Allah SWT berfirman[iv] Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Ayat ini menegaskan bahwa fungsi kisah atau cerita adalah untuk menambah keteguhan hati. []

BERSAMBUNG

[i] HR. Bukhori

[ii] Q. S. Al-qalam (1)

[iii] Muchtar (2012:95)

[iv] Q. S. Huud (120)

Redaktur: Eva

Sumber: https://www.islampos.com/beramal-dengan-menulis-155637/