Oleh: Anastasia, Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung
SELAIN kiblat fashion rupanya Prancis semakin merangkak menjadi bangsa sekuler terdepan, lahirnya sekulerisme Prancis memang menyimpan sebongkah kebusukan para pemimpinnya yang tak mampu memenuhi isi perut rakyatnya. Namun entah kenapa sekulerisme Prancis lebih banyak menjadikan Islam sebagai âkambing hitamnyaâ.
Kiranya, kita paham semenjak zaman sang empunya kebebasan Voltaire, terutama sejak pembentukan republik sekuler pada tahun 1905, Prancis mengaggap agama sebagai sistem kepercayaan yang bisa bebas dikritik dan ditertawakan. Warisan tersebut terus dilestarikan hingga sekarang. Sehingga tak heran media bebas seperti Le Canard Enchaine (didirikan pada tahun 1915) dan Charlie Hebdo (didirikan pada 1969) tumbuh subur di tanah Napoleon.
Bahkan redaktur majalah yang gemar menampilkan komik lawakan lelucon gambar vulgar pada tahun 2004 setia berdiri di belakang kebijakan pemerintah melarang pemakaian kerudung di sekolah-sekolah. Insiden 7 Januari menjadi penanda kemarahan seorang Muslim atas reaksi atas munculnya berbagai kartun Nabi Muhamanad SAW yang banyak menghina umat Islam.
Apa pesan di balik ini semua? Penghinaan atas umat Islam dan nabinya terus berulang. Tak ayal orang di berbagai penjuru dunia menunjukan reaksi yang berbeda.
Seiring berkembangnya isu perang melawan terorisme, media Barat berpikir keras mencari celah bagaimana caranya menyematkan âterorismeâ terhadap Islam. Barat mencium potensi ini, tak terkecuali Prancis. Mereka sadar dan paham besarnya kecintaan umat Islam terhadap nabinya yang mampu membetot perhatian dunia.
Isu sensitivitas seperti ini tentu membangunkan umat Islam untuk bereaksi keras. Di sisi inilah Barat memanfaatkan. Apalagi di belahan dunia saat ini kaum Muslim yang sedang terjajah Barat begitu emosional mengapresiasikan kekesalannya atas segala pelecehan dan penginaan.
7 Januari menjadi bukti terpancingnya emosi seorang Muslim sehingga Islam berhasil diidentikan terhadap kekerasan terkini. Dunia Barat yang sedikit melanklonis dan humanis seolah terpanggil melakukan aksi solidaritas memenuhi jalan prtokol, dan mereka jelas melupakan bahwa sebenarnya umat Islamlah yang selama ini menjadi âkambing hitamâ.
Hingga detik ini dari Suriah sampai Myanmar jutaan kaum Muslim teraniaya atas nama âkebebasan dan demokrasiâ. Jika sudah begini, kemanakah suara kebebasan dan kemanusian yang selama ini dijungjung Barat? []
islampos mobile :