Decision Maker?

Decision Maker?

Editorial

Decision Maker?

Sabtu 20 Safar 1436 / 13 December 2014 00:10

dasi

POLITIK ibarat cuaca. Selalu berubah-ubah. Kadang dalam durasi yang begitu singkat. Dalam semenit langit cerah menjadi mendung. Angin tak tentu arah. Di tengah situasi yang berubah-ubah itulah, menyatakan sikap menjadi pekerjaan yang tidak mudah.

Namun, itulah batu uji yang sesungguhnya dalam dunia politik: membuat keputusan. Politisi adalah decision maker. Keputusan yang diambil adalah cermin kualitas diri si politisi. Publik dapat melihat apakah ia konsisten pada jati dirinya atau tidak. Masyarakat juga akan dapat menilai warna dasar dirinya: pro pada kebenaran atau hidup penuh dengan kepentingan; idealis atau pragmatis.

Sebab, keputusan adalah pilihan sadar dan teliti terhadap alternatif yang tersedia untuk merealisasikan tujuan yang diharapkan. Karena itu tidak saja dibutuhkan cara cerdas untuk menjatuhkan pilihan, tapi juga standar moral yang ketat dan keberanian untuk menanggung risiko.

Kenapa standar moral harus diberi penekanan? Karena keputusan politik berakibat mengikat pada semua warga masyarakat. Hanya orang tak bermoral yang mempermainkan nasib orang banyak untuk meraih hasrat-hasrat rendahnya. Hanya orang kerdil yang tak segan-segan menjual kepentingan orang banyak untuk mencapai kepentingan pribadinya.

Karena itu sungguh celaka jika para decision maker adalah orang yang selfish dan punya nafsu besar akan kesenangan sesaat. Allah swt. pernah mencela para pemuka agama Yahudi dan Nasrani. Maklum, mereka tidak malu menjual kebenaran hanya demi jabatan dan sedikit kemewahan.

Sementara, Islam mengajarkan kepada kaum muslimin tanpa perkecualian, termasuk Nabi, untuk mensyurakan urusan-urusan mereka. Tujuannya adalah untuk meminimalkan vested interes. Dengan begitu, mutu kebenaran dan ketepatan dalam keputusan yang diambil bisa optimal. Setiap orang bertanggung jawab untuk mengkaji dan memberi data bagi proses pengambilan keputusan. Dengan demikian keputusan yang diambil bukan saja benar tapi tepat. Tepat dengan situasinya, tepat tempatnya, tepat momentumnya, tepat orangnya, tepat institustinya.

Dan tentu saja keputusan itu berorientasi pada maslahat optimal bagi orang banyak. Inilah hakikat politik: mendatangkan maslahat sebanyak-banyaknya bagi manusia dan menolak mudharat sebanyak-banyaknya dari manusia. Dalam kerangka itulah seharusnya keputusan politik para politisi muslim dibaca. Termasuk dalam isu kenaikan harga BBM kemarin. Ini pilihan sulit yang tidak boleh diputuskan oleh satu orang. Tapi juga bukan berarti keputusan kolektif menghilangkan rasa tanggung jawab dari orang yang ikut di dalamnya. [Mochamad Bugi]

Redaktur: Saad Saefullah

« Menunggu Jokowi Menjenguk Keluarga Korban Tewas di Makassar



Sumber: http://www.islampos.com/decision-maker-2-151840/