Oleh: Anilsa Ayu Utami, Mahasiswi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia
PADAÂ saat rezim SBY kemarin, wacana penghapusan kolom agama di KTP memancing reaksi keras dari masyarakat. Kini, rezim Jokowi kembali membahas persoalan kolom agama di KTP ini. Hasilnya, kolom agama di KTP memang tidak dihapus, tetapi untuk sementara boleh dikosongkan. Menunggu pengesahan kepercayaan-kepercayaan yang diakui oleh negara. Dibolehkannya mengosongkan kolom agama di KTP oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuai berbagai reaksi. Ada yang bereaksi positif dan mendukung, adapula yang menolak dan menganggap hal ini sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan.
Seperti yang banyak dibahas saat ini di media sosial, urusan pengosongan kolom agama ini akan berdampak kebingungan. Misalnya saja, ada seorang mayat yang ditemukan dan yang tersisa hanya KTP nya saja. Akan diselamatkan dengan cara dibakar, dikubur, dibawa ke gereja, ke masjid, atau harus diapakan mayat ini jika kolom agama di KTP nya kosong? Atau misalnya seseorang akan menikah, bagaimana petugas KUA bisa yakin orang ini beragama Islam jika kolom agama di KTP nya kosong?Urusan-urusan semacam ini memang tampaknya sepele. Tapi akan berdampak sangat besar bahkan dapat mengancam keyakinan seseorang.
Jika kita lihat, hal ini tampaknya mengacu pada satu hal, yaitu liberalisasi agama, atau kebebasan beragama yang memang merupakan salah satu pilar demokrasi. Hal ini akan membawa dampak lain seperti, orang-orang atheis akan merasa terhormat. Akhirnya, orang-orang yang beragama pun bukan tidak mungkn akan merubah keyakinannya sekehendak hati. Toh, kolom agamanya boleh dikosongkan.
Hal-hal seperti ini sangat tidak layak terjadi di negara yang mayoritas penduduknya beragama. Dan mayoritas penduduk beragamanya adalah Muslim. Seorang Muslim sudah sepantasnya memahami bahwa yang firman Allah yang berbunyi âLaa ikroha fiddiin (tidak ada paksaan dalam agama)â ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama. Sebagaimana yang dihubung-hubungkan oleh kaum liberal demi mengusung ide kebebasan beragama.
Dengan demikian, nyatalah bahwasanya sistem demokrasi dengan kebebasan beragamanya yang diterapkan di Indonesia samasekali tidak mampu menjaga akidah ummat. Sudah seharusnya pula Kaum Muslim memperjuangkan sebuah sistem yang telah nyata terbukti menjaga akidah ummat, yaitu sistem Islam. Sistem yang mampu mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, dan menjadikan Kaum Muslim sebagai khairu ummauh. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh sang Uswatun Hasanah Baginda Rasulullah SAW, dan telah tercatat dalam sejarah selama kurang lebih empat belas abad. Wallahuaâlam. []
Redaktur: Fatmah HasanSumber: http://www.islampos.com/pengosongan-kolom-agama-wujud-liberalisasi-beragama-152171/