Mas Kawin Alat Ekploitasi Perempuan, Benarkah?

Mas Kawin Alat Ekploitasi Perempuan, Benarkah?

Opini

Mas Kawin Alat Ekploitasi Perempuan, Benarkah?

Rabu 10 Safar 1436 / 3 December 2014 14:40

menikah Mas Kawin Alat Ekploitasi Perempuan, Benarkah?

Oleh : Kanti Rahmillah, S.T.P ,M.Si (Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir)

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Yohana Yembise memaparkan bahwa mas kawin bisa menjadi alat eksploitasi untuk perempuan. Menurut Yohana, setelah mas kawin diberikan, maka saat itulah pertanda perempuan telah dibeli dari orang tuanya. Menteri perempuan pertama asal Papua tersebut menyebutkan dalam cuitan twitternya “ketika ‘mas kawin’ telah lunas dibayarkan, artinya si perempuan dianggap telah dibeli dan tak punya ‘kebebasan’ untuk berbicara.”

Yohana menggambarkan fakta yang kerap terjadi di Papua, seorang perempuan yang telah menikah dan diberikan mahar yang mahal, dia telah terenggut kebebasannya. Yohana menambahkan mahar di sana bisa sampai ratusan juta rupiah ditambah hewan peliharaan yang jumlahnya cukup banyak pula. Menurutnya tradisi tersebut diakibatkan oleh faham patriakal yang masih kental disana, sehingga perempuan sulit keluar dari dominasi laki-laki. Ketika menjadi anak, ayahnyalah yang berkuasa penuh, setelah menjadi isti, berpindah kekuasaan itu kepada suami. Inilah yang melatarbelakangi cuitanibu professor doktor perempuan pertama di Papua.

Tradisi perempuan Papua yang dibeli oleh sejumlah mas kawin sebenarnya banyak juga terjadi di sebagian Indonesia bahkan di luar Indonesia. Namun yang jadi permasalahannya bukan terletak pada konsep mas kawinnya, tapi sudut pandang yang menjadi pemahaman masyarakat secara umum terhadap mas kawin atau mahar tersebut. Dalam sistem kapitalisme yang sadar atau tidak dianut oleh sebagian besarmasyarakat Indonesia, menjadikan perempuan hanya objek materi semata, sehingga wajar jika mas kawin diartikan “uang” untuk membeli seorang wanita.

Mas kawin menjadi ajang orang tua untuk mencari harta, begitupun sang anak gadisnya, berlomba-lomba mencari lelaki kaya, agar mampu membayar mas kawin yang tinggi dan membawa dirinya menuju kebahagiaan materi. Pernikahan diartikan hanya sebatas perdagangan, jika sudah tidak menguntungkan maka ditinggalkan, walhasil perceraian kian melambung di negri ini.

Lebih jauh, pernikahan yang hanya dilandasi materi belaka hanya akan menghasilkan generasi yang buruk. Bagaimana tidak, seorang anak yang lahir dari keluarga yang kedua orang tuanya berorientasi pada materi, tentu akan tidak memperhatikan seperti apa kualitas pendidikan anak-anaknya.

Redaktur: Rika Rahmawati

« Agenda Kontrol Populasi di Balik Gugatan UU Perkawinan



Sumber: http://www.islampos.com/mas-kawin-alat-ekploitasi-perempuan-benarkah-149983/