Oleh : Fadh Ahmad Arifan, Alumni S2 Studi Islam, Pascasarjana UIN Malang
PADA pertemuan ke 10 perkuliahan âAkhlak Tasawufâ di STAI al-Yasini, Kab Pasuruan, Jawa Timur. Saya berkesempatan memberi materi tentang âIntisari Tasawuf Buya Hamkaâ. Ulama dan Sastrawan besar abad 20 ini perlu saya perkenalkan kepada mahasiswa supaya mereka tahu bahwa ada seorang Tokoh Muhammadiyah seperti Hamka yang amat perhatian terhadap dunia Tasawuf. Jadi tidak semua warga Muhammadiyah alergi terhadap Tasawuf (Baca: Fadh Ahmad,Mereka yang Anti Tasawuf & Tarekat, dalam www.academia.edu 1/11/2014).
Konsep atau gagasan Hamka mengenai Tasawuf dapat kita diketahui dari Buku Tasauf modern (Yayasan nurul Islam, 1978), Renungan Tasawuf (1985) dan buku Pandangan hidup Muslim terbitan Bulan bintang. Singkatnya, Tasawuf ala Hamka berorientasi pada Purifikasi (pemurnian). Dapat pula Tasawuf modern Hamka digolongkan ke dalam Mazhab Tasawuf Akhlaqi. Alasannya, banyak sekali pendidikan akhlak yang terkandung dalam buku-buku Tasawufnya (Skripsi Rini Setiani, Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tasawuf Modern Buya Hamka, UIN Jakarta, 2011, hal 69)
Menarik untuk dicermati, ada kabar yang mengatakan bahwa pada 1981, Hamka menjadi penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Kisah buya Hamka jadi penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, tercantum di website NU online 15 Juni 2009 dan buku Abah Anom: Wali Fenomenal Abad 21, (Noura books, 2013), hal 47. Saat Hamka wafat di usianya yang ke-73. Seluruh penganut TQN Indonesia, Singapura, dan Malaysia menunaikan sholat ghaib untuknya, sebagaimana dianjurkan oleh Pangersa Abah Anom dari Pondok Pesantren Suryalaya. (âHamka Juga Ber-TQNâ dalam tasawufsuryalaya.wordpress.com, tgl 30 Juli 2012)
Syukurlah Ust Afif hamka telah memberikan klarifikasi. Begini jawaban beliau:âPlease⦠deh! Mohon jangan menga-ada. Mungkin saja, -kalaupun ada- tokoh yang bergelar âkiyaiâ, âustadzâ, bahkan âulamaâ sekalipun yang pernah âmerasaâ dibaiat oleh para âKiyai yang dianggap jauh lebih Seniorâ sekelas Abah Anom, misalnya, hal itu sudah tidak zamannya lagi berlangsung di Ranah Minang, persisnya di Sumatera Baratâ.
Masih kata Ust Afif, âAsal tahu saja, para tokoh yang bergelar âBuyaâ (tentu khususnya yang berlaku di Ranah Minang) udah dari sononya nggak bakalan âikutanâ yang kayak begitu. Zaman âpembersihanâ akidah, ibadah dan muamalah di Ranah Minang sudah berlangsung sejak sebelum âPerang Padriâ. Bayangin tuh! Jangankan menggelar âaroma Tareqatâ, ada saja kalimat Sholawat kepada Rasulullah SAW yang di-tambah-tambah âdengan men-dewa-dewakan Rasulâ sudah dianggap menyimpang. Jadi nggak bakalan ada di kamus, seorang Buya dibaiat Kiyai apalagi dalam nuansa Tareqat. Dan Buya Hamka, jauh dari ituâ. (Ust Afif hamka, facebook 1/12/2014)
Secara pribadi, saya meragukan dibaiatnya Hamka oleh Abah Anom. Pasalnya kisah itu hanya berasal dari pengaggum Abah Anom dan bukti sebuah foto Buya dengan Abah anom. Apakah nama besar Hamka dicatut untuk motif tertentu? Wallahuâallam. Bila membaca berbagai buku yang mengulas perjalanan hidup Hamka, kisah atau kabar pembaiatan beliau ini tidak kita jumpai.
Sebelum menutup tulisan ini, harap diketahui juga bahwa Dasar tasawuf adalah Tauhid. Hamka menyatakan bila orang yang mengaku bertasawuf mengadakan Haul dan bertawasul ke makam guru (mursyid), maka yang demikian belum dikatakan mengenal Tauhid dan Tasawuf yang sejati (Hamka, Pandangan hidup Muslim, Bulan Bintang, 1992. hal 57-58). Wallahuâallam bishowwab []
Redaktur: Fatmah HasanSumber: http://www.islampos.com/buya-hamka-dibaiat-abah-anom-149987/