Lapis-lapis Kezaliman JKN

Lapis-lapis Kezaliman JKN

Opini

Lapis-lapis Kezaliman JKN

Senin 29 Safar 1436 / 22 December 2014 08:30

kesehatan

Oleh: Andri Saputra., Aktivis Islam Politik Nonparlemen

BAGI yang pernah mencicipi kue lapis, tentu akan merasakan kenikmatan dan kelezatan dalam setiap lapisnya. Namun, apa jadinya jika kita dipaksa menikmati produk kebijakan kapitalis yang berisi lapis-lapis kezaliman dan berujung pada penderitaan bagi rakyat. Satu di antaranya adalah penerapan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang berlaku mulai 1 Januari 2014. Dari diskusi dengan sejumlah rekan, pelaksanaan JKN memiliki setidaknya 4 lapis kezaliman yang menjadikan kebijakan ini tidak layak untuk dipertahankan.

Lapis pertama, penggunaan nama “Jaminan Kesehatan Nasional” merupakan sebuah kebohongan untuk menutupi wajah aslinya yakni asuransi sosial. Sebab, penggunaan kata “jaminan” bermakna negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi pelayanan kesehatan bagi rakyat. Dalam hal ini, negara berfungsi menjadi pelayan dan pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan sarana dan prasarana kesehatan bagi rakyat secara gratis dan berkulitas.

Namun, dalam kenyataannya program JKN hanya sebagai kedok dalam memuluskan praktik asuransi kesehatan yang dijalankan. Alhasil, rakyat wajib membayar sejumlah premi (iuran bulanan) sebagai syarat untuk mendapat layanan kesehatan. Hal ini diterangkan dalam UU SJSN pasal 19 ayat 1 yang menegaskan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberi perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Sementara prinsip ekuitas artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan.

Lapis kedua, UU SJSN dan BPJS secara fundamental telah menghapus kewajiban negara dalam memberikan pelayanan dasar kepada rakyat khususnya di bidang kesehatan. Sebaliknya, UU ini secara keji telah mengubah hak rakyat untuk memperoleh kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Akibatnya, rakyat kehilangan hak layanan kesehatan yang seharusnya dipenuhi oleh negara. Dalam penjelasan pasal 4 UU SJSN menyatakan bahwa prinsip kegotongroyongan SJSN yaitu prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengna tingkat gaji, upah atau penghasilannya.

Lapis ketiga, UU BPJS memaksa setiap anggota masyarakat untuk mengikuti program jaminan sosia ini. Pasal 16 UU ini menyebutkan setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Bagi yang tidak mematuhi dan menolak keikutsertaan dalam program JKN, dapat dijatuhkan sanksi oleh BPJS. Menurut UU ini, BPJS dapat meminta kepada pemerintah maupun pemerintah daerah untuk menjatuhkan sanksi. Dari ketentun ini terlihat jelas bahwa BPJS memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pemerintah dan pemerintah daerah karena bisa memerintah negara untuk menjalankan kepentingannya.

Redaktur: Rika Rahmawati

« Benarkah Islam Radikal?



Sumber: http://www.islampos.com/lapis-lapis-kezaliman-jkn-153534/