Oleh : Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Maâhad al-Abqary Serang â" Banten
KURIKULUM 2013 tidak bisa menghasilkan pakar/penemu karena dua hal: Pertama, pelajaran IPA pada pendidikan dasar dan menengah diajarkan sebagai integrative science studies bukan sebagai disiplin ilmu. Jika IPA dijadikan sebagai disiplin ilmu akan bisa dikembangkan pada perguruan tinggi sampai derajat pakar/penemu. Kedua, pelajaran IPA berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam bukan dijadikan konsep dasar IPA yang berorientasi pada penguasaan konsep dasar sebagai disiplin ilmu yang siap untuk dikembangkan. Karena IPA tidak akan membentuk pola tingkah laku (kepribadian) secara langsung, sehingga tidak tepat pelajaran IPA berorientasi pada pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam.
Kurikulum 2013 juga tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mampu mengarungi kehidupan ini sebagai pengendali perekonomian bangsa. Karena sistem perekonomian yang diterapkan tetap kapitalis dan dikendalikan para kapitalis global, sehingga out put kurikulum 2013 hanya siap pada tingkat pekerja. Sebagaimana diungkapkan mantan mendikbud tentang pentingnya penerapan kurikulum 2013 untuk menghadapi bonus demografi, dimana salah satu tujuan kurikulum 2013 adalah menciptakan buruh-buruh pabrik yang siap bersaing di pasar tenaga kerja sistem kapitalisme. Terlebih lagi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) membuat persaingan tenaga kerja menjadi sangat ketat. Artinya peluang menjadi semakin sempit ketika tenaga kerja luar negeri bebas masuk ke Indonesia tanpa hambatan.
Islam Memiliki Konsep Pendidikan
Kurikulum 2013 sudah salah dari sisi asas, tujuan, materi ajar. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Negara harus disusun dari sekumpulan hukum-hukum syaraâ dan juga berbagai peraturan administrasi yang terkait dengan pendidikan formal. Hukum-hukum syaraâ yang berkaitan dengan pendidikan formal ini terpancar dari akidah Islam dan juga memiliki dalil-dalil syarâi, seperti mengenai materi pengajaran, pembiayaan pendidikan dan lain-lain. Dengan kata lain asas yang melandasi pendidikan adalah akidah Islam.
Tujuan dilaksanakannya pendidikan adalah agar terwujud sumber daya manusia yang sholeh dan juga cerdas dalam arti menguasai sains teknologi. Manusia yang sholeh ini adalah manusia yang memiliki kepribadian Islam, dimana pola pikir dan pola sikapnya adalah Islami. Memiliki pola pikir Islam dan juga pola sikap yang Islam ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pola pikir Islam menuntut seseorang untuk menilai segala sesuatu berdasarkan akidah Islam. Dia akan menentukan hukum terhadap sesuatu berdasarkan akidah yang di imaninya yaitu akidah Islam, dan tidak akan menentang dari ajaran Islam.
Sementara pola sikap Islam menuntut seorang muslim untuk berperilaku sesuai dengan akidah Islam, dan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Dia akan memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya sesuai dengan arah pandang Islam. Sehingga ketika berbuat dia akan berhati-hati.
Metode pengajaran dalam pendidikan adalah penyampaian (khithab) dan penerimaan (talaqqiy) pemikiran pengajar kepada pelajar. Hal ini mengandung pemahaman bahwa dalam pendidikan harus adanya interaksi antara kedua belah pihak yang terkait, baik dari pengajar maupun dari pelajar. Interaksi kedua pihak inilah yang nanti akan menentukan keberhasilan proses transfer pemikiran tersebut dari pengajar kepada pelajar. Metode pendidikan ini disusun dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.
Dalam hal materi ajar, ada perbedaan antara ilmu pengetahuan dan tsaqafah. Dalam pendidikan menengah kebawah, tsaqafah asing tidak diajarkan ke anak didik. Hanya tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan yang akan diajarkan ke peserta didik. Berbeda ketika memasuki perguruan tinggi, tsaqafah asing mulai diajarkan untuk dibongkar kerusakan dan kesesatannya.
Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi setiap warga negaranya secara cuma-cuma. Tidak ada perbedaan bagi warga Negara yang beragama Islam maupun non Islam, baik kaya maupun miskin, semuanya memiliki hak yang sama sebagai warga Negara dalam hal pendidikan.
Negara juga harus menyediakan fasilitas pendidikan yang mendukung terlaksananya pendidikan dengan baik. Misalnya laboratorium, perpustakaan, gedung-gedung sekolah, kampus-kampus serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pendidikan.
Wa Allahu âalam.
Sumber: http://www.islampos.com/kontroversi-kurikulum-2013-2-habis-150615/