HARI Natal itu musibah besar bagi sebagian umat Islam, karena dibuat menjadi kontroversi yang tidak berakhir.
Kontroversi terkait boleh atau tidaknya umat Islam mengucapkan selamat hari Natal atau mengikuti perayaan Hari Natal yang dirayakan kaum Kristen setiap tanggal 25 Desember telah membingungkan banyak kaum Muslimin sejak beberapa decade terakhir. Kontroversi itu semakin seru saat beberapa tokoh Islam membolehkannya.
Agar kontroversi tersebut berakhir debgan sebuh keputusan yang jelas dan didasari ilmu, maka kita perlu memahami tiga hal berikut :
1. Hari Natal Menurut Kaum Kristen.
2. Tinjauan Al-Qurâan Terhadap Hari Natal.
3. Hindari Penafsiran Politis.
Hari Natal Menurut Kaum Kristiani.
Agar definisi Hari Natal dipahami dengan benar, maka kita harus memahaminya sesuai keyakinan dan pemahaman kaum Kristen itu sendiri. Dalam Wikipedia berbahasa Inggris dijelaskan : âChristmas or Christmas Day is an annual festival commemorating the birth of Jesus Christ, observed most commonly on December 25 as a religious and cultural celebration among billions of people around the world.â
Dari uraian di atas dapat kita pahami :
- Christmas Day (Hari Natal) adalah acara tahunan untuk memperingati lahirnya Tuhan Jesus Kristus.
- Umumnya Christmas Day dilakukan setiap tanggal 25 Desember.
- Acara peringatan Christmas Day tersebut merupakan acara keagamaan dan kebudayaan yang dirayakan milyaran kaum Nasrani di seluruh penjuru dunia.
Sangat jelas bahwa perayaan hari Natal merupakan acara keagamaan kaum Kristen sedunia terkait dengan kelahiran tuhan mereka, yakni Yesus Kristus. âOrang Kristen percaya bahwa Yesus (Isa) adalah Anak Allah, Tuhan, Mesias, dan Juru Selamat umat manusia, dan tokoh sentral dalam kepercayaan Kristenâ. (Wikipedia berbahasa Indonesia).
Tinjauan Al-Qurâan Terhadap Hari Natal Menurut Kaum Kristen
Ada tiga (3) pertanyaan yang menjadi fokus Al-Qurâan terhadap Hari Natal. Pertama, apakah benar Allah punya anak? Kedua, apakah Yesus itu tuhan? Ketiga, bagaimana konsep Trinitas itu di mata Allah?
Terkait pertanyaan pertama, Allah menjelaskan dengan tegas dalam surah Al-Ikhlas yang menjadi salah satu prinsip Tauhid dalam Islam :
âKatakan (wahai Muhammad), Allah itu Esa. Allah itu tempat berlindung. Dia tidak beranak. Dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang menyamai-Nyaâ. (Al-Ikhlas : 1 â" 4).
Terkait pertanyaan kedua, Allah menjelaskan dalam Al-Qurâan :
âTidak pernah ada seorang manusia yang diberikan Allah kepadanya Al-Kitab, Hukum dan Nubuwwah, kemudian ia berkata kepada manusia : Jadilah kalian hamba-hambaku selain (hamba) Allah (juga), dan akan tetapi (ia berkata) : Jadilah kalian hamba-hamba Allah (Rabbaniyyun) disebabkan apa-apa yang kalian ajarkan dari Al-Kitab dan apa-apa yang kalian pelajari (dari Al-Kitab)â. (Ali Imran : 79)
Terkait dengan Nabi Isa âalaihissalam Allah menjelaskan :
Dan ingatlah ketika Allah berkata : Wahai Isa putra Maryam! Apakah engkau benar berkata kepada manusia : Jadikanlah aku dan ibuku dua tuhan selain (Tuhan) Allah? Ia (Isa) berkata : Mahasuci Engkau. Tidak pantas bagiku mengucapkan apa yang tidak akau memiliki kebenarannya. Jika aku pernah katakan perkataan itu, maka Engkau Mahamengetahui apa yang ada dalan diri (hati)-ku, sedangkan akau tidak mengetahuai apa yang ada dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Mahamengetahui yang ghaib. Aku tidak pernah katakan kepada mereka kecuali sesuai apa yang Engkau perintahkan kepadaku bahwa sembahlah Allah, Tuhan Penciptaku dan Tuhan Pencipta kalian. Dan aku sebagai saksi hanya semasa aku berada di tengah mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, maka Engkau sungguh memonitor atas mereka dan Engkau Mahamenyaksikan atas segala sesuatuâ. (Al-Maidah : 116 â" 117)
Terkait pertanyaan ketiga, Allah menjelaskan dengan tegas :
Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata : Sesungguhnya Allah itu (oknum tuhan) ketiga dari yang tiga (Trinitas). Dan tiada tuhan kecuali hanya Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti mengatakan hal yang demikian, maka kaum kafir itu akan merasakan azab yang pedih (Neraka). Mengapa mereka tidak segera bertaubat kepada Allah dan meminta ampun kepada-Nya? Dan Allah itu Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Tidaklah Al-Masih (Isa) putra Maryam itu melaikan seorang Rasul yang telah berlalu sebelumnya para Rasul yang lain. Dan ibunya adalah seorang shiddiqah (Seorang wanita yang benar keimanannya). Mereka berdua (Isa dan ibunya) memakan makanan (juga). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka tanda-tanda (Kebesaran Kami), kemudian perhatikan bagaimana pula mereka berpaling (dari kebenaran Kami). (Al-Maidah : 73 â" 75).
Sumber: https://www.islampos.com/hari-raya-natal-perbuatan-kemusyrikan-154788/