Akrobatik Kurikulum 2013 (1)

Akrobatik Kurikulum 2013 (1)

papan tulis kurikulum 2013

Oleh: Eka Sugeng Ariadi, [email protected]

BAGAI menyaksikan pertunjukkan sirkus dimana pemain sirkusnya sedang bermain akrobat (akrobat adalah orang yang mahir dalam melakukan berbagai ketangkasan, seperti berjalan di atas tali, naik sepeda beroda satu, menerbangkan pesawat udara) dalam beberapa hari ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) derivat dari kata “akrobatik” ada istilah akrobatik hukum dan akrobatik politik. Bila akrobatik hukum punya makna seseorang yang mengambil keputusan berubah-ubah secara mendadak dalam persoalan yang sama dan sering terjadi cabut-mencabut atau ralat-meralat suatu putusan atau kebijakan.

Akrobatik politik sendiri berarti orang yang memberikan pernyataan yang dikeluarkan hari ini, bisa bertentangan dengan pernyataan beberapa saat kemudian. Maka akrobatik kurikulum, menurut pendapat penulis sesuai judul di atas, adalah penerapan kurikulum yang berubah-ubah secara mendadak/terencana dalam masalah yang sama, terjadi cabut-mencabut atau ralat-meralat suatu putusan atau kebijakan.

Kurikulum 2013 (K-13) yang telah dipersiapkan dan telah diimplementasikan hampir di seluruh sekolah/madrasah hanya ‘seumur rumput’ (terlalu lama bila dibilang ‘seumur jagung’) karena tak lebih dari 4 bulan sudah harus diakhiri. Tentu bukanlah jumlah yang sedikit bila sebanyak 208 ribu sekolah/madrasah sudah terlanjur mengimplementasikan K-13. Telah masyhur pula bahwa ongkos ‘perjalanan dinas’ K-13 tidaklah murah dan sedikit, bukan lagi dalam hitungan miliaran tapi trilliunan uang negara (baca: uang rakyat) menguap tak berdampak apapun selain menambah tingginya tumpukan dokumen-dokumen/buku-buku yang siap digudangkan. Akan tetapi, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah (Menbud Dikdasmen) dengan mudah menjawabnya, beliau mengatakan mumpung masih berjalan 4 bulan bukan 4 tahun. “Kalau kurikulum dilanjutkan terus justru akan masalah. Kalau dihentikan tentu ada masalah, tapi minimal ini cut cost,” ungkapnya.

‘Dosa-dosa’ K-13
Suara hati penonton saat menyaksikan ‘akrobat kurikulum’ ini tentu berdecak kagum dibuatnya, sembari bertanya-tanya, “Kok bisa begitu ya?” Penonton yang baik dan punya skeptisitas, sedikit banyak tentu ingin tahu jawabannya. Dan jawabannya bisa diperoleh dari orang yang melakukan ‘akrobat’ itu sendiri. Berikut ini pernyataan Menbud Dikdasmen, Anies Baswedan (sebagai pemain ‘akrobat kurikulum’), yang menyatakan bahwa ia menghentikan pelaksanaan K-13 karena bermasalah. “Yang jadi masalah adalah ketika proses pengembangan belum tuntas, lalu dilaksanakan di seluruh sekolah memunculkan masalah” ujarnya. Masih menurut beliau, K-13 terlalu terburu-buru dalam implementasinya. “Bayangkan, tanggal 14 Oktober, seminggu sebelum pelantikan presiden baru, menteri mengeluarkan peraturan nomor 159 yang meminta agar dievaluasi kesesuaian antara ide dengan desain, antara desain dengan dokumen dan antara dokumen dengan impelemntasi,” imbuhnya.

Artinya, konsep K-13 belum tuntas dievaluasi namun sudah diterapkan ribuan sekolah/madrasah. Akibatnya, banyak guru yang tak siap melaksanakan kurikulum baru itu, meskipun yang siap pun juga tidak sedikit. Selain proses persiapan dan proses pelaksanaan K-13 yang terburu-buru, Anies menilai substansinya masih harus dievaluasi. Sekali lagi, menurutnya penghentian ini dilandasi antara lain karena masih ada masalah dalam kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru dan pelatihan kepala sekolah yang belum merata. Hampir tidak ada sedikitpun celah ‘pahala’ yang didapatkan dari K-13 dari Menbud Dikdasmen, Anies Baswedan, yang ada hanyalah lumuran ‘dosa’.

BERSAMBUNG

Redaktur: Fatmah Hasan

Sumber: http://www.islampos.com/akrobatik-kurikulum-2013-1-152466/