ISLAM memberikan banyak sekali solusi dalam dunia perekonomian, dalam kajiannya pun perekonomian islam sangat memperhatikan ruang lingkup kecil sampai yang terbesar. Daya dukung utama perekonomian hanyalah terletak pada diri individu Muslim itu sendiri. Dari diri individu maka terciptalah sistem yang akan menjaring luas.
Kesalahan umat hari ini menggunakan perekonomian dengan memandang sistem kapitalis sehingga sistem itu yang akan menghancurkan tatanan kemasyarakatan, hari ini Muslim harus memandang kekayaan perekonomiannya, karena dari perubahan pandanganlah sehingga dapat menolong sistem perekonomian ini yang semakin kacau.
Banyak ayat Al-Qurâan yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian islam, di antaranya sebagai berikut:
ââ¦Makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah berkeliaran di muka bumi ini dengan berbuat kerusakan,â (QS. Al-Baqarah: 60)
âHai manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu,â(QS.Al-Baqarah: 168)
âHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya,â (QS.Al-Maidah: 87-88)
Dari pesan ayat di atas merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Qurâan dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang diberikan oleh Allah.
Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik materi maupun nonmateri.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Salah satu hadits Rasulullah SAW, menegaskan, âKaum Muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka. Kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram,â (At-Tirmidzi)
Rambu-rambu tersebut di antaranya: carilah yang lagi baik , tidak menggunakan cara batil, tidak berlebihan/ melampaui batas, tidak didzalimi maupun mendzalimi, menjauhkan diri dari unsureriba, maisir (perjudian dan intended speculation), dan gharar serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak, dan sedekah.
Ini yang membedakan sistem ekonomi islam dengan perekonomian konvensional yang menggunakan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar perumusan konsepnya.
Islam mendorong pemeluknya untuk bekerja. Hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa ia telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Islam juga melarang umatnya untuk meminta-minta atau mengemis.
Islam dirancang sebagai rahmat untuk seluruh umat, untuk menjadikan kehidupan lebih sejahtera dan lebih bernilai, tidak miskin dan tidak menderita.
Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor dunia dan akhirat secara seimbang. Bukanlah Muslim yang baik, mereka yang meninggalkan urusan dunia demi kepentingan ahira, juga yang meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.
Penyeimbangan aspek dunia dan akhirat tersebut merupakan karakteristik unik sistem ekonomi islam. Perpaduan unsure materi da spiritual ini tidak dijumpai dalam sistem perekonomian lain, baik kapitalis maupun, peran sosialis.
Tidak ada yang meragukan peran sistem kapitalis dalam mengefisienkan produksi. Peran sistem sosialis dalam upaya pemerataan ekonomi pun sangat berharga, akan tetapi, kedua sistem tersebut telah mengabaikan pemenuhan kebutuhan spiritual yang sangat dibutuhkan manusia. [Sumber: Bank Syariâah/Karya: Muhammad Syafiâi Antonio/Penerbit: Gema Insani-Jakarta]
islampos mobile :