AISYAH Radhiyallahu âAnha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim: âTangan Rasulullah Shallallahu âAlaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)â. Dan Rasulullah Shallallahu âAlaihi wasallam pun bersabda â(Ketika membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun aku membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana baiatku kepada satu orang wanitaâ. Diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu âAlaihi wasallam berjabat tangan dengan wanita menggunakan bajunya.
Pada riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu âAnhu berjabat tangan dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di atas batu besar, kemudian Umar Radhiyallahu âAnhu membaiat mereka. Hadits ini riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari hadits-hadits shahih di atas.
Imam Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu âAlaihi wasallam bersabda âSesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanitaâ. Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari hal tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah dengan berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat wanita dengan berjabat tangan secara langsung.
Madzhab As-Syafiâi
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmuâ: âSahabat kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian.
Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: âHal ini menunjukkan bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakitâ.
Madzhab Hambali
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, âHaram hukumnya memandang wanita dan amrod (anak berusia baligh tampan yang tidak tumbuh jenggotnya) diiringi dengan syahwat. Barang siapa yang membolehkannya, maka ia telah menyelisihi Ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Hal ini juga merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafiâi. Segala hal yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya adalah haram tanpa keraguan di dalamnya. Baik itu syahwat yang timbul karena kenikmatan memandang atau karena hubungan badan. Dan menyentuh dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.â
Ibnu Muflih dalam Al-Furuâ mengatakan: âDiperbolehkan berjabat tangan antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan wanita terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnyaâ. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Riâayah.
Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qinaâ : âAbu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, âTidak boleh!â. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: âBagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?â. Abu Abdillah pun mengatakan : âTidak boleh!â. Laki-laki yang lain ikut bertanya: âwalaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, âTidak boleh!â Kemudian Aku bertanya lagi, âBagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?â. Maka Abu Abdillah menjawab: âjika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah mengapaâ.
Dari nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara kemaksiatan yang telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang.
Dan sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dari Maâqil bin Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda, âSesungguhnya salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi , itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnyaâ, (HR. Thabrani dan juga Baihaqi).
âAisyah Radhiyallahu âAnha berkata âDemi Allah, segala hal yang Rasulullah Shallallahu âAlaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah Taâala. Dan tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan perlu diketahui, bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan menimbulkan syahwat (nafsu) atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang siapa wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan yang lebih hina dari ituâ. []
Sumber:
ibnismail.wordpress.com
Majalah Paras edisi 14 tahun 2004
http://ar.islamway.net/fatwa/15452
islampos mobile :
Sumber: https://www.islampos.com/bolehkah-kita-berjabatan-dengan-lawan-jenis-2-habis-156992/