Keruntuhan Dinasti Pemuja ‘Demokrasi’ (1)

Keruntuhan Dinasti Pemuja ‘Demokrasi’ (1)

demokrasi Keruntuhan Dinasti Pemuja Demokrasi (1)

Oleh: Kristanto Budianto, Lajnah Siyasiyah HTI Bangkalan

SIAPA sangka, Ketua DPRD Bangkalan, RKH Fuad Amin ditangkap tangan KPK Bangkalan yang selama ini dikenal tenang karena dalam satu genggam kekuasaan, akhirnya bergejolak. Seolah membuka tabir dan genderang untuk membuka kebuntuan politik rakyat. Rakyat yang awal dihantui ketakutan oleh tangan besi penguasa. Sekarang mulai berani untuk mengritik dan bersuara lantang.

Luapan emosi rakyat diwakili KH Imam Bukhori Kholil. Rival politik sekaligus saudara dekat yang pernah bersaing dalam pilbup Bangkalan. KH Imam Bukhori melakukan selamatan dan doa bersama atas penangkapan Fuad Amin. Perpolitikan Bangkalan penuh dengan intrik dan manipulasi kekuasaan. Sama halnya yang pernah terjadi pada Dinasti Banten, Ratu Atut.

Masyrakat Madura terkenal taat kepada ulama’, namun ketaatan tidak dibangun kesadaran politik dan aqidah yang benar. Gambaran itu terwujud juga di Bangkalan. Tak ada yang berani mengutak-atik kekuasaan Fuad Amin. Ketika Fuad Amin menjadi Kepala Daerah selama dua periode, 2003-2013. Serta sebelumnya menjadi anggota DPR periode 1999â€"2004 dan Ketua DPRD 2014. Karena Fuad adalah keturunan langsung Bani Kholil, keluarga besar ulama legendaris Madura Syaikhona Kholil. Tercatat, dia adalah anak Amin Imron, cucu Syaikhona Kholil. Status itulah yang membuat nama Ra Fuad begitu dihormati oleh warga Bangkalan.
Gurita kekuasaan dinasti Fuad Amin dibangun sejak lama. Kemampuan Fuad menjalin jaringan penting di Bangkalan. Bak seorang Raja Kecil posisi penting pejabat diisi oleh orang dekat dan keluarga. Untuk mengokohkan hegemoni Fuad Amin menggunakan tiga jaringan: jaringan klebun (kepala desa), jaringan preman, dan birokrasi. Tak dipungkiri, ketika masyarakat mencoba melontarkan kritik mereka harus berhadapan dengan kekuatan kekerasan. Lebih baik diam, daripada mati di tangan penguasa. Itulah kiranya gambaran masyarakat di sana. Meski demikian, rival politik Fuad Amin pun tiada henti untuk memberikan perlawanan. Serangkaian peristiwa kecurangan Pilgub, Pilbup, Pileg, dan Pilpres mewarnai pemberitaan media massa. Tak jarang jatuh juga korban dan perusakan fasilitas umum.

Kebablasan Menuhankan Demokrasi

Bukan kali ini, Pejabat atau Kepala Daerah tertangkap KPK terkait korupsi, suap, dan lainnya. Sudah banyak dari mereka yang menghuni jeruji penjara. Awal tahun 2014, Ketua KPK, Abraham Samad pernah berujar jika ada korupsi kelas kakap di Jawa Timur. Koruptor belum tersentuh oleh hukum. Tak ayal, korupsi sudah menjadi tradisi. Bisa dipastikan pejabat yang ada sedikit atau banyak pernah bersentuhan dengan korupsi, suap, dan anak turunannya.

Operasi tangkap tangan di Bangkalan dapat dijadikan early warning (peringatan dini) bagi pejabat lain. Tak tanggung-tanggung, siapa pun latar belakang pejabat bisa saja terkena jaring korupsi. Hal ini karena sistem demokrasi membuka pintu lebar budaya korupsi. Sistem demokrasi yang dituhankan di negeri ini seolah menjadi obat menuju pemerintahan bersih. Padahal faktanya biaya mahal demokrasi dan kebobrokan pejabat menghiasi negeri ini. Rakyat yang selama ini berharap besar pada mereka, pupus sudah. Intinya, pejabat yang seharusnya menjadi abdi rakyat berubah menjadi priyayi yang minta dilayani.

BERSAMBUNG

Redaktur: Fatmah Hasan

Sumber: http://www.islampos.com/keruntuhan-dinasti-pemuja-demokrasi-1-150354/