Oleh:Â Nafiisah FB
VALENTINEâSÂ Day memang sudah lewat. Berbagai kegiatan yang bertema kasih sayang, beragam program TV bernuansa âmerah jambuâ tak lagi terlihat. Namun, apakah itu tanda menghilangnya maksiat?
Valentineâs Day sejatinya hanya salah satu âpanggungâ yang menyajikan perilaku bebas. Perilaku rusak dan merusak. Seruan zina menggema dari sini dengan segala kemasannya. Kado berisi coklat dan kondom menyebar. Berbondong pasangan zina menyesaki hotel dan penginapan. Seperti yang terjadi di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Ada 233 pasangan zina hasil operasi yang digelar Satpol PP Kota Surabaya saat perayaan Valentine Day (Antara, 15/2/2015).
Panggung yang satu kadaluarsa maka penyenang zina akan mencari panggung lainnya. Penyeru kemasiatan akan mencari cara yang berbeda. Namun yang disasar selalu serupa: anak-anak muda generasi penerus bangsa.
Masih hangat dalam ingatan kita bagaimana buku âWhy Puberty?â yang berisi pembolehan terhadap aktifitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) nyelonong masuk toko buku dan beredar luas untuk waktu yang cukup lama.
Kemudian yang terakhir ini muncul buku yang menghebohkan yaitu âSaatnya Belajar Pacaranâ. Toge Aprilianto sebagai penulis menampik jika bukunya itu mengajak aktifitas perzinahan. Empat tahun beredar, banyak sudah pikiran anak-anak remaja dibuat âtercemarâ.
Ajakan maksiat semakin liar menyasar para pemuda, calon-calon orang besar. Ditambah pornografi yang meraja dalam berbagai rupa di negeri ini. Tak kenal hari. Tak pandang usia, tua ataupun yang masih dini. Terus tersuguh di hadapan indera kita yang mengaku masih peduli.
Kita semua tentu mengamini bahwa hal ini merupakan problem besar yang harus segera diakhiri. Perilaku hewani harus segera berhenti. Jika kita tak ingin anak keturunan kita hidup tanpa nurani manusiawi, tentu harus ada upaya nyata yang kita jalani.
Upaya yang selayaknya kita tautkan selalu dengan titah Allah SWT illahi Rabbiy. Bukan lagi solusi yang mengagungkan hak asasi yang menyelingkuhi aturan nan sempurna dan paripurna dari Sang Maha Pencipta dunia dengan segala isinya.
1. Melarang perilaku zina. Baik dilakukan karena keterpaksaan maupun suka sama suka
ÙÙÙØ§Ù تÙÙÙ'Ø±ÙØ¨ÙÙØ§ Ø§ÙØ²ÙÙ'ÙÙØ§ Ø¥ÙÙÙ'ÙÙÙ ÙÙØ§ÙÙ ÙÙØ§ØÙØ´ÙØ©Ù ÙÙØ³ÙØ§Ø¡Ù Ø³ÙØ¨ÙÙÙØ§Ù
Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk (TQS al-Israâ [17]: 32).
2. Melarang pula beredarnya konten dalam ragam media yang menginspirasi, mengajak, mendorong, bahkan menyerukan seks bebas.
3. Menindak tegas dengan memberikan sanksi yang sepadan kepada para pelaku zina.
Pelaku yang belum menikah dicambuk seratus kali. Bagi yang sudah pernah menikah dihukum rajam hingga mati. Tentu saja itu diberlakukan setelah dipastikan pembuktiannya secara syarâi.
4. Menghukum para propagandis pornografi dengan hukuman yang tegas yang efek jeranya benar-benar dirasakan. Sehingga akibat buruk dari âkicauanâ mereka tak terus menyebar.
Semua upaya tadi tentunya harus dilakukan seiring sejalan upaya prefentif yang berkesinambungan. Yaitu berupa:
1. Penanaman keimanan dan ketakwaan sejak dini dan terus dipelihara dalam proses pendidikan di semua level usia di segala lini kehidupan.
2. Mengokohkan fungsi keluarga dalam hal ini ayah dan ibu sebagai pihak pertama dan utama dalam memberikan pendidikan terbaik bagi terbentuknya generasi Qurani di masa mendatang.
3. Menguatkan aktifitas amar maâruf nahi munkar di masyarakat. Karena masyarakat yang peduli mampu menghadirkan kehidupan yang aman dan diberkahi.
Itu semua tentu saja hanya bisa terwujud dengan menyeluruh dan sempurna jika sistem yang menaunginya âmengijinkanâ semua itu terlaksana. Dan tak ada sistem lain yang mau âmengijinkanâ dan mampu mengusung Islam sebagai rahmat bagi alam, bagi manusia selain Khilafah Ar Rasyidah âala minhajin nubuwwah. Wallahu aâlam bish showwab. []
islampos mobile :