BANYAK orang gemar menulis, baik di buku di sosial media dan banyak lagi tempat-tempat yang dijadikan tempat untuk menulis, namun diantara mereka tidak menjadi seorang penulis yang dapat dipublikasikan, mereka merasa belum percaya diri takut, atau ragu jika menjadi seorang penulis. Ketakutan mereka diantaranya, ada yang takut karena tulisannya tidak sempurna, karena tidak pandai bahasa, sulit dapat ide dan lain sebagainya. Padahal menjadi seorang penulis banyak sekali manfaatnya dan pahalanya, sehingga bisa dijadikan ladang pahala.
Jikalau anda ditawarkan pilihan antara shalat tahajud dua rakaat atau menulis 1 halaman artikel. Manakah yang akan anda pilih?
Jawaban anda dengan yang lain mungkin akan berbeda dan beragam. Begitu pula bila ditanya mana pahala yang lebih besar, tahajud atau menulis?
Marilah simak dialog abdillah dengan ayahnya yang tak lain adalah Imam Ahmad bin Hambal, satu dari empat Imam Madzhab yang popular itu.
Kepada sang ayah, Abdullah bertanya,âApakah aku harus tahajud atau menulis?â
Sang ayah, Imam Ahmad, mennjawab, â Tulislah ilmu!â
Dari dialog singkat anak dan ayah ini, jelas tergambar pandangan seorang ulama besar sekaliber Imam Ahmad tentang pentingnya menulis, baginya, menulis lebih penting daripada shalat tahajud.
Pahala yang diraih dengan menulis melampaui pahala shalat tahajud. Tentang hal ini, Abdullah menjelaskan argument ayahnya yang memprioritaskan menulis daripada tahajud.
Menulis memiliki manfaat yang tidak sekadar didapatkan oleh si penulis, tetapi juga menjangkau orang lain.
Maka dengan menulis seseorang bias meraih pahala berlipat ganda. Pahala pribadi karena menulis ilmu yang dibaca dan mendapatkan manfaat dari tulisannya. Bukan hanya ketika ia hidup, tetapi terus mengalir bagi si penulis setelah kematiannya. Adapun Tahajud, manfaatnya bersifat personal, hanya untuk pelakunya sjaa. Demikian pula dengan manfaatnya.
Jauh sebelum itu, Samurah bin jundab r.a. meriwayatkan perkataan Rasulullah SAW tentang sedekah terbaik seorang Muslim.
âTidak ada sedekah seseorang yang sebaik penyebarluasan ilmu,â demikian kata-kata Rasulullah SAW yang dikutip Samurah bin Jundab. Ad-Dimyathi mencantumkan sebuah hadits yang dimuat oleh At-Thabrani dalam penjelasan tentang pahala mengajarkan ilmu, menulis, menyalin, dan meriwayatkannya kepada orang lain.
Asumsikan anda menulis satu halaman artikel tentang ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Lalu tulisan anda dibaca oleh sepuluh orang dan mereka mendapat manfaat, maka pahala yang anda adalah pahala menyebarkan ilmu melalui tulisan tersebut ditambah pahala dari sepuluh orang pembaca, lebih menggiurkan lagi, pahala yang dijanjikan Rasulullah SAW dalam hadits Sahal bin Saâad.
âDemi Allah!â kata Rasulullah SAW, âSungguh, seseorang yang mendapat petunjuk melaluimu adalah lebih baik bagimu daripada Humru Naâam.â
Humru Naâam adalah kualitas unta terbaik yang menjadi dambaan dan kebanggaan orang Arab. Humru Naâam dalam konteks kekinian bias dianalogikan sebagai kendaraan mewah. Maka dari hadits ini dapat dipahami bahwa tulisan yang bermanfaat bagi orang lain, nilainya lebih baik daripada kendaraan atau barang mewah.
Dengan janji-janji pahala yang menawan ini, maka seharusnya kita sebagai Muslim menjadi masyarakat yang gemar menulis. Ya, menulis untuk menyebarluaskan ilmu yang kita miliki, dalam bidang apapun selama itu bermanfaat bagi kehidupan manusia. Maka jangan ragu untuk menulis, mulailah untuk action! [Sumber: Taqaddum/Edisi 13 tahun 2012]
islampos mobile :