Negeri tanpa Empati?

Negeri tanpa Empati?

tahun baru

DI negeri ini, bisa jadi antara musibah dan keriaan merupakan dua hal yang berbeda. Musibah, yang tak pernah diinginkan oleh siapapun, adalah satu hal. Dan hura-hura juga merupakan hal lainnya.

Dalam waktu empat hari belakangan ini, kita terus-menerus menunggu apapun itu kabar dari AirAsia QZ8501 yang hilang di perairan Karimata. Perlahan, kabar mulai berdatangan. Ada perasaan lega, karena pesawat komersial ini ditemukan. Kita tentu harus mengapresiasi semua elemen yang sudah bekerja demikian cepat dan luar biasa. Tiga hari termasuk waktu yang sangat cepat untuk misi pencarian seperti ini. Namun, duka juga menyertai karena, seperti yang kita ketahui, keberadaan 155 orang penumpangnya bisa jadi usai seperti karamnya pesawat tersebut di samudera dengan gelombang yang ganas.

Mari lupakan soal siapa yang berada di pesawat itu. Kita mungkin tidak mengenal mereka. Namun, jika sedikit saja kita memutar cermin, membayangkan posisi dan peranâ€"seandainya saja kita yang berada di posisi itu, bagaimana? Untuk itu, setitis empati, untuk mendoakan bahwa keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan oleh Allah SWT.

Namun, hari ini, 31 Desember, kita juga melihat di hampir semua sudut kota-kota di Indonesia, sebuah persiapan besar sudah digelar. Ya, persiapan menyambut pergantian tahun. Di Purwakarta, Jawa Barat, misalnya. Kota kecil ini sekalipun, yang mungkin berada ribuan kilo ke Surabaya, dan ribuan mil ke Karimata, satu malam sebelum malam 1 Januari menjelang, jalanan protokol Sudirman sudah berbenah. Panggung-panggung sudah mulai ditata. Di kota-kota besar lainnya, persiapan tampaknya lebih dahsyat daripada Purwakarta.

Sampai saat ini, jumlah korban AirAsia QZ8501 belum ditemukan seluruhya. Ini kerja keras yang panjang tampaknya, bahkan untuk orang-orang awam seperti kita pun, sudah bisa memperkirakannya. Walaupun tentu saja, ketentuan hanya Allah SWT yang memberikan.

Di tengah kondisi itu, miris rasanya jika sementara “segelintir” orang tengah menanti kabar dari mereka yang dicintainya, dan ada “jutaan” orang yang bersiap-siap dan mengisi pergantian tahun dengan kembang api, minum makan, terompet, dan mungkin hal-hal lain yang selama ini sering kita lihat dalam sebuah pergantian tahun.

Jika kita tidak bisa mengharapkan pemerintah untuk mengeluarkan larangan perayaaan pergantian tahun, ada baiknya mungkin kita yang mengambil sikap, untuk tidak ikut-ikutan turun ke jalan dan mengisinya dengan keriaan sesaat sementara saudara-saudara kita belum lagi diketahui keberadaannya. Selayaknya, setitis empati kita simpan untuk mereka. [sa/islampos]

Redaktur: Saad Saefullah

Sumber: https://www.islampos.com/negeri-tanpa-empati-155340/