Oleh: Maryam Jamilah (MHTI Tanjungsari)
BANYAK diketahui pesta selalu menebar kegembiraan. Namun ada satu pesta yang menebar kematian, itulah pesta miras oplosan. Dari kota kecil Sumedang kini cerita bombastis itu muncul. Hingga Kamis petang tercatat 105 orang dirawat RSUD setempat. Belasan diantaranya terlanjur tewas.
Menurut data dari pihak rumah sakit, para pasien itu berdatangan dari sejumlah kecamatan di Sumedang, di antaranya, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Pamulihan, Kecamatan Sumedang Utara, Semedang Selatan dan kecamatan lainnya.
Polisi setempat pun akhirnya menggelar razia minuman keras (miras) oplosan tersebut. Dari razia tersebut diketahui bahwa biaya produksi miras tersebut hanya Rp 3.500 per botol dengan Komposisi yang terdiri dari alkohol dengan kadar 90%, minuman berenergi, lotion anti nyamuk, spirtus, dan bahan berbahaya lainnya yang bisa merusak tubuh. Miras oplosan tersebut kemudian dipasarkan di toko-toko jamu seharga Rp 15.000-Rp 20.000 per botol.
Meskipun telah banyak peraturan berkaitan dengan miras, alih-alih mengharamkan meminum dan mengedarkan miras, pemerintah justru hanya mengatur peredarannya saja. Seperti regulasi baru yang ditandatangani mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dicantumkan dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol pada 6 Desember 2013. Melalui peraturan itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan.
Dalam perpres tersebut, mihol dikelompokkan dalam tiga golongan. Pertama, mihol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan lima persen. Kedua, mihol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.
Pasal 7 perpres ini menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di sejumlah tempat. Di antaranya, hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan. Selain itu, mihol juga bisa diperjualbelikan di toko bebas bea, di tempat-tempat yang tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit.
Dalam pandangan Islam, setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram. Jadi miras asli atau oplosan pada dasarnya adalah haram. Sejak Rasulullah SAW menerima wahyu tentang khamr, Islam telah jelas menegaskan keharaman meminum ataupun memperjualbelikan khamr ini. âRasulullah melaknat tentang khamr, sepuluh golongan: yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan hasil penjualannya, yang membelinya, dan yang minta dibelikannya.â (HR Tirmidzi dan Ibn Majah).
Jadi, minuman keras, baik kadarnya sedikit atau banyak, asli atau oplosan, semuanya adalah haram, tidak boleh diminum dan diperjualbelikan. Indonesia dengan penduduknya yang mayoritas Islam, seharusnya mengindahkan perintah Allah dan RasulNya ini. Inilah kondisi kita sekarang, jika hukum Islam tidak ditegakkan, Islam jadi tak bermartabat, Indonesia jadi penuh maksiat. Wallahu aâlam bish-shawwab.
Redaktur: Fatmah HasanSumber: http://www.islampos.com/islam-solusi-stop-peredaran-miras-150904/