Dari Thoif Kita Bermuhasabah

Dari Thoif Kita Bermuhasabah

buku lampu meja perpustakaan

Oleh: Jayadi Oemar Bakrie

“TAK ada orang lagi kah? Sampai Allah harus mengutusmu?”

Kalimat kasar ini pernah didapat oleh seseorang yang sangat mulia, berbudi luhur, berhati lembut. Seseorang yang sejatinya menjadi teladan bagi umat seluruh alam.

***

Dakwah yang dijalankan Baginda Nabi Muhammad sholallahu’alaihi wassalam ke Thoif, mengajarkan kita tentang arti dari sebuah perjuangan untuk menambah ketebalan iman. Betapa tidak? Nabi Muhammad sholallahu’alaihi wassalam yang saat itu telah sampai ke sebuah penduduk Thoif, kemudian menghadap tiga orang Tokoh yang menjadi ‘sesepuh’ di kota tersebut. Dan kalimat yang keluar dari ketiga orang itu, sangat tak ‘enak’ didengar.

“Oh, kamukah orang yang diutus Allah sebagai Nabi?”

“Apakah Allah tidak menemukan selain kamu untuk diutus sebagai Rasul?”

“Aku tidak mau bicara dengan kamu. Sebab, jika kamu memang seorang Nabi seperti pengakuanmu, lalu aku menolakmu, tentu aku tidak lepas dari musibah. Jika kamu pembohong maka aku tidak mau bicara dengan pembohong.”

Tak hanya sampai di situ. Hinaan, makian, cercaan, bahkan dalam kitab Fadhilah Amal karangan Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi rahmatullah ‘alaih menjelaskan bahwa sandal Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam sampai berdarah karena beliau dilempari batu-batu kecil oleh anak-anak penduduk Thoif. Seketika itu Allah subhanallahu wata’ala memerintahkan malaikat Jibril alaihis salam untuk mengutus malaikat penjaga gunung agar siap menerima apapun perintah Baginda Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam.

“Apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan, Bila engkau sukai, akan kubenturkan gunung-gunung yang ada di sekitar kota ini sehingga siapa saja yang tinggal di sekitarnya akan hancur binasa.”

Namun Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam tidak meng-iya-kan tawaran malaikat penjaga gunung tersebut malah justru berdoa.

“Aku hanya berharap kepada Allah subhanahu wata’ala, seandainya saat ini mereka tidak menerima islam, semoga kelak di antara mereka akan lahir orang-orang yang menyembah dan beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.”

Sejarah penting tentang perjuangan beliau dalam menyebarkan Agama Islam ini, sejatinya adalah catatan sejarah yang pantas untuk kita renungkan bersama. Banyak hikmah yang dapat kita petik dari perjuangan Baginda Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wassalam di kota Thoif.

**
Lantas saat ini, ketika kita mendengar panggilan Adzan untuk sholat berjamaah di mushola atau di masjid, kita hanya ‘ongkah-ongkah’ kaki dengan pura-pura nggak mendengar. Apakah sikap kita tak jauh berbeda dengan mereka penduduk kota Thoif?

Kita adalah umat yang paling beruntung; terlahir sebagai orang islam, terlahir sebagai umat nabi Muhammad sholallahu’alaihi wassalam, terlahir sebagai orang-orang yang disebut namanya ketika beliau wafat. Perjuangan kita yang sekarang tinggal menjalankan syariat islam secara istiqomah, tentu dimulai dari diri sendiri, dimulai dari yang sederhana; menghidupkan mushola-mushola, mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anak, memakmurkan mushola dan kebaikan-kebaikan sederhana lain yang bisa menjadikan kita sebagai mukmin yang baik.

Semoga ketika adzan berkumandang mengajak kita untuk sholat berjamaah, namun kita hanya diam dengan pura-pura nggak mendengar. Tidak menjadikan Allah subhanahu wata’ala murka kepada kita, lantas menghukum kita menjadi ‘beneran’ nggak bisa mendengar. []

Redaktur: Saad Saefullah

Sumber: http://www.islampos.com/dari-thoif-kita-bermuhasabah-152879/