Oleh: Ahmad Kholili H
Penulis Bina Qalam Indonesia
SEJAK ratusan tahun Persia dihuni oleh berbagai agama dan aliran keagamaan. Seperti Ahlussunnah, Syiah, Bahaâi, Kristen, Zoroaster termasuk di antaranya Yahudi. Dahulu sebelum Islam datang, penduduk negeri Persia menganut agama Majusi. Sejak Dinasti Shafawiyah hingga kini, mayoritasnya menganut aliran Syiah.
Sedangkan penduduk Yahudi yang berpopulasi sekitar 3% hidup dalam lindungan negara Iran dengan kebebasan menjalan ibadahnya. Mayoritasnya mendiami daerah Isfahan.
Sentimen Persia?
Syah Ridha Pahlevi, penguasa Iran sebelum revolusi tahun 1979, adalah orang pertama yang menyebut dataran Persia dengan nama âIranâ, yang dalam bahasa Persia berarti âTanah Bangsa Aryaâ. Pahlevi rupanya berupaya membangkitkan kembali semangat ras Persia, yang pada zaman dahulu pernah berjaya.
Penggantian nama ini tidak dipungkiri tentu saja berefek psikologis bagi rakyat Persia. Ada suatu kebanggan rasial bahwa mereka berasal dari bangsa Arya, ras yang disebut-sebut indo-eropa. Etnis Persia (91%) merupakan penduduk asli dan kerap mengklaim sebagai penjaga sejati sejarah dan peradaban Iran (Samih Said Abud, Minoritas Etnis dan Agama di Iran, hal. 6).
Hegemonitas Syiah â" sebagai madzhab resmi negara Iran â" dan hegemonitas etnis Persia di Iran tampak bersepadu. Menurut Samih Said Abud, mayoritas etnis Persia menganut aliran Syiah. Dan sangat jarang etnis yang lain seperti Arab, Baluchi, Kurdi dan Turkmen menganut Syiah.
Sehingga banyak penulis mengaitkan hubungan erat Syiah dan Persia. Tentu sebenarnya tidak mudah mengaitkan Syiah sebagai aliran keagamaan dengan Persia sebagai nama sebuah etnis.
Akan tetapi, sentimen Persia dalam sejumlah pandangan Syiah dianggap tetap menonjol. Hal ini misalnya bisa âdibacaâ dari pandangan Syiah yang lebih fanatik terhadap saidina Hussein daripada saidina Hassan.
Saidina Hussein merupakan putra Ali bin Abi Thalib ra, yang dinikahkan dengan puteri raja Sasanid Persia, Yazdajir, yang datang bersama tawanan-tawanannya. Bagi orang Persi yang Syiah, ini merupakan kebanggan besar.
Sementara, orang-orang Persia dahulu konon tidak menyukai saidina Umar bin Khattab ra. Sebabnya, ketika menjadi Khalifah ke-2, Umar ra, mematikan tradisi agama Majusi di Persia dan mengilangkan kebanggan mereka sebagai ras unggul. Di zaman Umar ra, ini wilayah Persia diislamkan. Sehingga pada perjalanan berikutnya mayoritas beragama Islam.
Karena kebenciannya itu, maka orang-orang Persia berupaya membunuh saidina Umar ra. Dan benar, ternyata pembunuh Umar ra, bernama Abu Luâluâah adalah orang Majusi yang bersekongkol dengan Hurmuzan, salah seorang pembesar kerajaan Persia.
Sehingga tidak berlebihan jika para sarjana Ahlussunnah mengkait-kaitkannya dengan isu Persia. Isu ini menjadi semakin jelas ketika Abu Luâluâah diberi gelar Baba Syujaâuddin (Bapak Pembela Agama) di Iran.
Mungkin saja sebagian berpendapat hubungan tersebut merupakan dugaan. Namun dengan data-data di atas yang faktual itu, pendapat sarjana Ahlussunnah ini tidak bisa diabaikan begitu saja tanpa kontra data.
Kedekatan Yahudi?
Ras Yahudi di Iran telah hidup normal dan stabil sejak berabad-abad lamanya. Ketika saidina Umar ra, membebaskan Persia, orang Yahudi tidak diusir tetap hidup di rumahnya.
Di Iran, orang Yahudi termasuk bisa dibilang hidup sukses zaman kekuasaan kerajaan Mongol. Saâad al-Daulah al-Yahudi, seorang dokter beretnis Yahudi pernah menduduki jabatan kementrian pada masa Dinasti Mongol yang didirikan oleh Hulago Khan.
Pada abad ke-20, kehidupan orang Yahudi Iran tetap membaik. Bahkan di antara mereka ada yang bekerja di angkatan bersenjata dan aparat pemerintah.
Menurud Samih Said Abud, pada masa pemerintahan Reza Pahlevi (1941-1979) terjadi kesepakatan-kesepakatan antara pemerintah Iran dengan etnis Yahudi. Bahkan ada kerja sama antara Mossad (agen intelejen Israel) dengan Safak, agen intelejen Iran.
Ketika revolusi Syiah yang dipimpin Ayatullah Khomeini tahun 1979 hubungan Iran dan Yahudi sempat tegang. Hal ini dipicu oleh pemutusan hubungan diplomati dengan Israel.
Namun, sekarang ini orang Yahudi bebas melakukan aktivitas mereka, mengadakan perayaan hari raya, mendirikan sekolah dan tempat ibadah. Apalagi seorang Presiden Israel bernama Mose Katsav berasal dari Yahudi Iran. Hubungan Syiah dengan etnis Yahudi makin baik dan mereka memiliki perwakilan di Parlemen.
Secara ideologis, Syiah sendiri berasal dari seorang bernama Abdullah bin Sabaâ, seorang pendeta Yahudi yang mengaku Islam pada tahun 30 H. wujudnya diakui oleh Saâad al-Qummi, al-Nukhbati dan al-Kasyi, ketiganya guru besar Syiah. Bin Sabaâ-lah yang pertama menghidupkan fitnah bahwa saidina Abu Bakar tidak sah menjadi Khalifah pertama, tapi saidina Ali yang mendapat wasiat sebagai Khalifah.
islampos mobile :