Oleh: Fkri Faturrahman, Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling UPI
14 FEBRUARI, seringkali disebut hari Valentine. Dengan sejarahnya yang membuat hari tersebut dikatakan sacral, terutama bagi para pasangan-pasangan, bahkan bagi yang belum punya pasangan namun ingin mengungkapkan rasa kepada sang pujaan yang diimpikan. Ngayal.
Valentine, dengan simbol hati berwarna merah jambu. Hiasan-hiasan coklat mewarnai hari valentine dengan nuansa kasih sayang. Ketika ada sepasang kekasih, memadu kisah, menuangkan kasih sayangnya di hari valentine dengan ucapan âMet Hari Valentine Yankâ, (sejujurnya, penulis tak sanggup menuangkan kata itu).
Ketika ucapan sudah tertuang dalam limbah kasih sayang yang semu, maka timbullah rasa yang berkeinginan untuk jumpa dalam tatap muka. Disanalah bermula stimulus itu, diikuti oleh id yang tak kunjung mampu dikendalikan oleh super-ego sehingga ego memutuskan untuk mengikuti id dari stimulus itu.
Saya tak bisa membayangkan, apa jadinya jika semua orang mengikuti id untuk merayakan hari valentine dalam konteks penenggelaman diri terhadap kemaksiatan yang tak tersadarkan. Hawa nafsu yang menguasai pun kian merajalela. Penyesalan menjadi jawab yang tak terbendungkan. Ngeri.
Memang, ada yang menganggap merayakan hari valentine itu adalah hak yang bersangkutan. Akan tetapi, tetap saja, budaya mampu mematikan sedikit demi sedikit bangsa melalui remaja. Ya, remaja, yang kerap kali berada dalam kondisi identity vs role confusion yang dengan ababilnya mampu mengikuti kedua jalan, jalan kemaslahatan bahkan sampai dengan jalan kemaksiatan. Perlu upaya preventif dalam mencegahnya.
Sekarang tibalah tanggal itu, 14 Februari 2015. Sudah banyak konspirasi yang muncul, mulai dari coklat gratis dengan selipan kondom, hingga tampilan-tampilan bernuansa valentine yang muncul untuk memeriahkan hari valentine. Ah, budaya.
Dengan turunnya kebijakan dari banyak pemerintah daerah tentang pelarangan untuk merayakan hari valentine terutama untuk siswa merupakan kebijakan pendidikan yang sangat cerdas dan solutif. Pasalnya, kerap kali banyak kasus-kasus yang muncul terutama dari kalangan pelajar disebabkan alih-alih merayakan hari valentine dengan seks bebas. Ngeri memang.
Masih berpikir untuk maksiat? atau sadar ada akhirat?
Pikir lagi. []
islampos mobile :