Oleh: Najmi Ramadhani., @najmiramadhani
SOSIALISASI dan Media Massa
Sosialisasi merupakan proses pengenalan nilai dan norma dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Dalam perjalanannya sosialisasi memiliki agen-agen yang terbagi dalam 4 bagian besar, yaitu: keluarga, sekolah, teman bermain, dan media massa.
Media massa meliputi radio, koran, televisi, internet, dan sebagainya. Tentu sangat tidak adil ketika penulis mengeneralisir bahwa seluruh media massa membawa dampak buruk ketika penulis sendiri menyalurkan tulisannya disini. Maksud penulis di sini adalah memberikan gambaran betapa bahaya media massa terutama televisi dan internet yang tak terfilter.
Benteng Utama: Keluarga
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: âHai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar.â
Dari data yang ada di BKKBN yang pernah di release, bahwa hasil penelitian beberapa tahun lalu oleh Dr. Henny salah seorang konsultan ahli di sana bahwa 70% anak laki-laki usia SD berkarakter seperti perempuan. Hal itu patut dikhawatirkan, karena secara fisik mereka laki-laki, tetapi psikis dan pemikiran mereka adalah perempuan. Dan sangat mengkhawatirkan kalau ini muncul di tengah-tengah masyarakat kita khususnya kaum-kaum yang dilaknat oleh Allah subhanahu wataâala. Yaitu orang-orang Al mutasyabihat al mutasyabihina minarrijal (Orang laki-laki yang menyerupai perempuan).
Hal seperti itulah yang akan terjadi apabila seorang anak sudah kehilangan figur seorang ayah. Ayah berangkat sangat pagi ketika anak masih tertidur, dan pulang larut malam ketika anak sudah tertidur. Inilah fenomena yang disebut Father Hunger. Terlebih lagi saat anak juga kehilangan sosok seorang ibu. Anak akan kehilangan agen primer sosialisasi yaitu keluarga. Padahal keluarga adalah institusi pendidikan pertama bagi anak. 0-15 tahun adalah Golden Age bagi seorang anak, bayangkan apabila waktu itu terlewat tanpa menerima asupan pendidikan dari keluarga. Anak akan langsung melompat ke agen-agen sosialisasi berikutnya yaitu: sekolah, teman bermain, dan media massa yang susah di filter nilai positif-negatifnya.
Inilah sejatinya peran sebuah keluarga sebagai benteng utama pencegah arus negatif yang saat ini marak berkeliaran di negeri ini. Media massa, terutama televisi, sangatlah susah untuk menyaring tontonan, dan semuanya cenderung tidak mendidik mulai dari sinetron sampai reality show-nya. Miris ketika di sisi lain banyak orang tua yang menyerahkan anaknya kepada pembantu, lalu pembantu sepanjang hari melihat televisi. Hasilnya adalah seorang anak terdidik oleh televisi. Maka jangan heran apabila di mana-mana terdengar kabar siswa SD mem-bully temannya. Maka jangan heran ketika mulut bocah belum lulus SD pun terdapat batang rokok di sana.
Coba perhatikan sosok ayah teladan ini, ialah Nabi Yaâkub as. Saat ia menghadapi sakaratul maut ia bertanya kepada anakâ"anaknya, âWahai anak-anakku, siapakah yang kalian sembah selepas kematian ayah?â âKami akan menyembah Tuhan ayah, selepas kematian ayah.â Menarik, mengapa di sini tidak dikatakan âKami akan menyembah Allah?â Tidak lain karena anak-anak Nabi Yaâkub menghargai ayahnya. Karena ayahnya yang mengenalkan kepada mereka Allah SWT, karena ayahnya pula yang mendidik mereka untuk konsisten cinta kepada Allah SWT, subhanallah. Sepatutnya para ayah berintrospeksi apa saja yang telah ia lakukan untuk anaknya. Untuk akidah dan akhlak anaknya. Sudahkah hal ini kau lakukan, wahai para ayah? []
Redaktur: Rika RahmawatiSumber: http://www.islampos.com/keluarga-benteng-utama-153350/