Antara Toleransi dan Penyelewengan Ideologi (1)

Antara Toleransi dan Penyelewengan Ideologi (1)

toleransi

“Kolotnya ulama’ kondang, menyiksa umat lebih meradang.”

Oleh: Imron Mustofa., Mahasiswa Program Kaderisasi Ulama dan Pasca sarjana UNIDA Gontor Ponorogo

JARGON yang sering diagung-agungkan oleh mereka yang mengaku pluralis. Kebhinekaan yang ada, dianggap menjadi harta bersama yang harus dibela jiwa dan raga. Keanekaragaman, kebersamaan dan kemasyarakatan dijadikan alat guna menggusur sekat-sekat sosial. Bahkan ideologi pun dikesampingkan.

Etika dalam beragama pun dinodai kalangan “pecinta” moral nan “toleran.” Kata “toleransi” menjadi sebuah madzhab tersendiri. Toleransi menjelma sebagai nabi baru yang membolehkan muslim mengikuti ritual-ritual keagamaan lain. Syariat mulai disingkirkan, maksiat dikemas menjadi moral muda-mudi. Kemampuan menyanyi menjadi barometer masa kini. Mengaji kitab suci menjadi hal yang sulit dicari. Bahkan menjajakan diri menjadi profesi mulia yang harus dilindungi, dan difasilitasi.

Pelecehan agama dianggap sebagai khazanah pluralitas penafsiran. Parahnya, dengan nama toleransi syariah dibatasi, dalil agama dikebiri dan direkonstruksi dengan berbagai plintiran pendapat kalangan ulama. Berbagai simbol dan jargon keagamaan pun digunakan guna mengelabui umat yang masih lugu.

Akhirnya, toleransi bukan lagi berarti “menahan perasaan terhadap perbedaan atas dasar perbedaan.” Namun ia menjelma menjadi menahan perasaan terhadap perbedaan-perbedaan. Alasannya karena perbedaan adalah sebuah kebenaran.
Toleransi seolah merupakan adek kandung relativisme. Penafian kefanatikan terhadap kebenaran, sealiran dengan relativitas. Sebab, dalam toleransi klaim bahwa hanya ada satu kebenaran adalah sesuatu yang sangat tabu. Artinya, asal semua senang, dan tidak mengganggu kebebasan orang lain, maka itu sah-sahsaja.

Seakan dengan toleransi, kerukunan antar umat beragama akan terjamin. Walaupun wilayah agama harus dipinggirkan. Alasannya, agama adalah wilayah individu, dan toleransi berada dalam area sosial luas. Karena itu, bagi yang tidak mau toleran, ia dilabeli dengan sebutan golongan eksklusif, fundamental, radikal, dan kuno. Hal ini tidak mengherankan, sebab toleransi dengan pemahaman seperti inilah yang diinginkan oleh kaum pluralis.

BERSAMBUNG

Redaktur: Rika Rahmawati

Sumber: http://www.islampos.com/antara-toleransi-dan-penyelewengan-ideologi-1-152052/