SALAHÂ satu contoh betapa ruginya kalau kita menilai kebaikan secara parsial dapat anda cermati dari kisah seorang pemuda yang hanya tamata STM dibawah ini:
Seorang tamatan STM berhasil diterima kerja di salah satu perusahaan. Tentu ini adalah kejadian baik. Sarjana-sarjana saja masih banyak yang nganggur, ini siswa baru lulus, bisa langsung mendapat pekerjaan. Tapi bekerja, bukan hal yang sederhana. Dia harus berhadapan dengan atasan yang kerjanya malah marah-marah. Tiada hari tanpa kena semprot, tiada hari tanpa dapat teguran. Ini berita buruknya.
Tidak hanya itu, teman sekerjanya pun tidak begitu menyenangkan, jutek, tidak bisa diajak kerjasama, sering menjatuhkan. Dan ini adalah kejadian buruk yang terus berulang setiap hari (atau setidaknya pada hari-hari kerja)
Cita-citanya adalah menjadi salah satu eksekutif di perusahaan tersebut. Maka meskipun kejadian-kejadian tidak menyenangkan sering dialaminya, dia hadapi terus karena bagi pemuda tersebut, âini adalah perjalananâ. Dengan rajin dia bekerja di perusahaan tersebut, sambil menyisihkan uang untuk kuliah lagi.
Namun apa mau dikata, 7 tahun dia bekerja di perusahaan tersebut, karirnya harus berhenti hanya di kelas supervisor. Krisis ekonomi, membuatnya menjadi salah seorang yang harus dirumahkan oleh perusahaannya. Dan ini adalah kejadian buruk terbesarnya.
Karena tidak ada pasokan dana, kuliah malamnya pun harus berhenti. Dan ini adalah kejadian buruk selanjutnya. Peribahasa bilang, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Untuk menjaga kelangsungan hidup, dia akhirnya menjadi sales susu kambing. Meski jerih payahnya menawarkan ke sana kemari tidak seberapa besar, tapi cukup untuk menyambung kebutuhan sandang dan kontrakannya. Ini merupakan kejadian baik, dibanding harus mengemis dan tak punya tempat bernaung.
Namun bekerja sebagai sales, membuat resiko di jalan lebih besar. Suatu waktu pemuda ini mengalami kecelakaan, motornya rusak, dan dia harus dibawa ke rumah sakit. Ini tentu kejadian buruk yang lainnya.
Pemuda ini pun akhirnya dirawat di rumah sakit untuk beberapa lama. Berita baiknya adalah, dia dirawat oleh suster cantik. Boleh percaya atau tidak, pembicaraan yang semula antara perawat dan pasien, menjadi pembicaraan antara muda-mudi yang sedang merah jambu. Seusai sembuh, pemuda itu pun mendatangi rumah sakit dan melamar suster tersebut.
Meski si perawat cantik ini menerima, tapi orang tuanya belum tentu. Siapa juga orang tua yang menginginkan anak perempuannya menikah dengan laki-laki yang tidak punya pekerjaan tetap. Meski sebagian kita tidak setuju, setidaknya orang tua gadis tersebut memiliki pola pikiran demikian.
Namun pemuda ini pantang menyerah, dengan bantuan si perawat cantik ini, dia diperkenalkan dengan seorang teman yang sedang merintis usahanya. Dengan bekal pernah menjadi supervisor pada perusahaan bonafide juga ilmu salesmen ketika berjualan susu, akhirnya usaha yang dirintis bersama kawannya ini membuahkan hasil di bulan ke 15. Pemuda ini menjadi manager marketing.
Meski usahanya belum bisa dibilang besar, namun jabatan manager itu cukup bergengsi. Dan kembalilah dia ke keluarga si suster cantik itu, dan mengajukan lamaran.
Singkat cerita pemuda ini akhirnya menikah, dan setelah 5 tahun, mereka dikarunia dua anak lucu-lucu. Kuliah malamnya dia sambung kembali hingga lulus. Perusahaannya makin berkembang. Dan kini pemuda tersebut menjadi direktur utama perusahaan tersebut. Sebuah kejadian yang lebih besar dari harapan dan cita-citanya semula.
Inilah kita yang selalu menilai setiap kejadian dari kacamata short term. Makanya tidak heran, sedikit-sedikit sedih, sedikit-sedikit ngeluh. Akhirnya karena yang sedikit itu jumlahnya banyak, hidup kita jadi lebih mirip sinetron, banyak nangisnya, banyak bersedihnya.
Padahal jika kita ingat pada Allah, bahwa Ia yang mengatur setiap kejadian, lalu apa yang pantas kita sedihkan? Jika ujungnya kita bisa hidup bahagia.
Jadi yang namanya baik dan buruk itu tidak bisa kita simpulkan parsial, tidak bisa kita simpulkan setiap kejadian itu menimpa kita. Dia adalah keseluruhan dari rentetan peristiwa pada seluruh ruang dan waktu yang kita miliki.
Jadi kalau kita ingin bahagia, mulailah memandang setiap kejadian sebagaimana Allah memandangnya secara integral, utuh. Bila kita tidak mampu, maka percayakan kepada Allah, karena Dia Maha Tahu yang terbaik bagi kita.
Selamat menikmati hari ini. Peristiwa saat ini adalah mozaik peristiwa untuk menyusun kebahagiaan besar Anda kemudian. [irma/islampos/insansains]
Redaktur: Irma MuslihatSumber: http://www.islampos.com/nikmati-yang-parsial-simpulkan-secara-integral-2-habis-148263/