Indonesia dalam Dekapan Zina dan Narkoba (2-Selesai)

Indonesia dalam Dekapan Zina dan Narkoba (2-Selesai)

bunga darah

Oleh: Ary Herawan, Ketua HTI DPD II Kota Tasikmalaya

ISLAM pun mengelola sumber daya alam dengan benar. Kepemilikan umum dikelola secara sungguh-sungguh untuk kemakmuran rakyat secara totalitas. Sehingga broken home dan kesulitan ekonomi, yang seringkali disebut sebagai pemicu pertama terlibatnya para pelajar ke dunia fornograpy dan narkoba, bisa diantisipasi sedari awal. Selain itu, sistem ekonomi yang berpijak pada usaha yang real, akan lebih banyak menyedot lapangan pekerjaan.

Islam juga menilai bahwa mengkonsumsi narkoba, apalagi memproduksi dan mengedarkannya, merupakan dosa dan perbuatan kriminal. Disamping diobati/direhabilitasi, pelakunya juga harus dikenai sanksi, yaitu sanksi ta’zir, dimana hukumannya -dari sisi jenis dan kadarnya- diserahkan kepada ijtihad qadhi (hakim dalam sistem pemerintahan Islam). Sanksinya bisa dalam bentuk ekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.

Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu terjadinya kejahatan dan pelaksanaannya diketahui atau bahkan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina.

Allah SWT berfiman, yang artinya: “dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.(An-Nur[24]: 2). Sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejatahan itu dan merasa takut melakukan kejahatan yang serupa.

Islam pun memandang seks tanpa ikatan pernikahan alias zina sebagai tindakan maksiat dan kriminal. Seks bebas alias zina berbahaya dan mengancam kehidupan masyarakat. Karena itu Islam tegas menyatakan bahwa seks bebas alias zina adalah haram dan termasuk perbuatan keji yang harus dijauhi. Allah SWT berfirman, yang artinya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan seburuk-buruknya jalan.” (Al-Isra’ [17]: 32).

Larangan mendekati zina berarti pula larangan atas segala perkara yang bisa mendorong, mengarahkan dan menyerukan ke arah perzinaan di masyarakat. Karena itu pornografi haram beredar dan harus dijauhkan dari masyarakat, baik dalam bentuk cetak, audio maupun visual. Pelakunya harus ditindak tegas. Namun sebelum semua itu, Islam mewajibkan negara untuk menanamkan dan memupuk keimanan dan ketakwaan pada diri rakyat sejak dini.

Palang pintu terakhir adalah penerapan sanksi yang tegas dan keras terhadap para pezina. Pezina yang ghayr muhshan (belum menikah) dicambuk seratus kali. Pezina yang muhshan (sudah pernah menikah) dirajam hingga mati.

Tentu semua itu dilakukan setelah perzinaan terbukti dengan pembuktian yang syar’i. Pelaksanaan hukuman itu pun harus disaksikan oleh masyarakat (QS an-Nur [24]: 2). Para pelaku yang mempropagandakan kebebasan seks alias zina juga wajib ditindak tegas. Dengan hukuman yang tegas, efek jeranya benar-benar efektif mencegah orang melakukan perzinaan maupun mempropagandakan perzinaan.

Dengan semua itu disertai pelaksanaan sistem Islam lainnya, umat bisa terlindungi dari bahaya zina dan penyalahgunaan narkoba, juga berbagai bencana yang menjadi akibatnya. Tentunya, semua itu hanya mungkin terwujud jika syariah Islam diterapkan secara totalitas dalam naungan khilafah rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah. []

islampos mobile :

Redaktur: Fatmah Hasan